BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bila kita
bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa
kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang
dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum dapat
juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan
sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan.
Kurikulum dapat
juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu
tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan
perkembangan zaman.Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang
dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya
betapapun rincinya direncanakan, karena dalam interaksi dalam kelas selalu
timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan sebelumnya.
Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam
kelasnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan: apakah penyebab terjadinya perubahan
kurikulum?
C.
Tujuan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyebab proses terjadinya perubahan dan
perbaikan kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Terjadinya
Perubahan
Menurut para
ahli sosiologi. perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni
·
Fase inisiasi, yaitu
taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan. Dengan menjelaskan sifatnya, tujuan, dan luas perubahan yang
ingin dicapai;
·
Fase legitimasi,
saatnya orang menerima ide itu;
·
Fase kongruensi, saat
orang mengadopsinya, menyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para
pencetus, sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan
pencetus perubahan.
Untuk mencapai
kesamaan pendapat, berbagai cara yang dapat digunakan, misalnya motivasi
intrinsik dengan janji kenaikan gaji atau pangkat. memperoleh kredit, dapat
juga, paksaan keras atau halus, dengan menggunakan otoritas atau indoktrinasi.
Dapat juga dengan membangkitkan motivasi intrinsik dengan menjalankan sikap
ramah, akrab, penuh kesabaran dan pengertian, mengajak turut berpatisipasi,
mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan bersama. Perubahan akan
lebih berhasil, bila dari pihak guru dirasakan kekurangan dalam keadaan,
sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama. Perubahan
yang terjadi atas paksaan dari pihak atasan, biasanya tidak dapat bertahan
lama, segera luntur dan hanya diikuti secara formal dan lahiriah. Menjadikan
perubahan sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam perumusan
masalah. pengumpulan data, menguji alternatif, dan selanjutnya mengambil
kesimpulan berdasarkan percobaan, dianggap akan lebih mantap dan meresap dalam
hati guru. Akan tetapi karena prosedur ini makan waktu dan tenaga yang banyak,
dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform di semua sekolah, maka sering
dijalankan cara otoriter, indoktrinatif, tanpa mengakui kemampuan guru untuk
berpikir sendiri dan hanya diharuskan menerima saja. Cara ini efisien, namun
dalam jangka panjang tidak efektif. Dan bila ada perubahan atau perbaikan baru,
yang lama ditinggalkan saja tanpa membekas.
B.
Perubahan
Kurikulum
Menurut soetopo
dan soemanto (1991: 38), pengertian perubahan kurikulum agak sukar untuk
dirumuskan dalam suatu devinisi. Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan
bila terdapat adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum antara
dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha yang disengaja.
Kurikulum yang
formal mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas dari pada kurikulum
yang riil. Kurikulum yang riil bukan sekedar buku pedoman, melainkan segala
sesuatu yang dialami anak dalam kelas , ruang olahraga, warung sekolah, tempat
bermain, karya wisata , dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai
seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang
luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik , sebab menyangkut
banyak variabel. Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang
terlibat didalamnya, yaitu guru sendiri, murid , kepala sekolah, penilik
sekolah juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam
pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan, bahwa perubahan kurikulum adalah
perubahan sosial, curriculum change is social change.
C.
Jenis-Jenis
Perubahan
Menurut Soetopo
dan Soemanto (1991:39-40), Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian-sebagian
, tapi dapat pula bersifat menyeluruh.
1.
Perubahan
sebagian-sebagian
Perubahan yang
terjadi hanya pada komponen (unsur) tentu saja dari kurikulum kita sebut
perubahan yang sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode mengajar saja,
perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem penilaian saja, adalah
merupakan contoh dari perubahan sebagian-sebagian.
Dalam perubahan
sebagian-sebagian ini, dapat terjadi bahwa perubahan yang berlangsung pada
komponen tertentu sama sekali tidak berpengaruh terhadap komponen yang lain.
Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang studi kedalam suatu kurikulum
dapat saja terjadi tanpa membawa perubahan dalam cara (metode) mengajar atau
sistem penilaian dalam kurikulum tersebut.
2.
Perubahan
menyeluruh
Disamping
secara sebagian-sebagian, perubahan suatu kurikulum dapat saja terjadi secara
menyeluruh . artinya keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut mengalami
perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya organisasi dan strategi
dan pelaksanaannya.
Perubahan dari kurikulum1968
menjadi kurikulum 1975 dan 1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara
menyeluruh. Demikian pula kegiatan pengembangan kurikulum sekolah pembangunan
mencerminkan pula usaha perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum
1975 dan 1976 misalnya , pengembangan , tujuan, isi, organisasi dan strategi
pelaksanaan yang baru dan dalam banyak hal berbeda dari kurikulum sebelumnya.
D.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perubahan kurikulum
Menurut Soetopo
dan Soemanto (1991:40-41), ada sejumlah faktor yang dipandang mendorong
terjadinya perubahan kurikulum pada berbagai Negara dewasa ini.
Pertama,
bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia ini dari kekuasaan kaum kolonialis.
Dengan merdekanya Negara-negara tersebut, mereka menyadari bahwa selama ini
mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi
dengan cita-cita nasional merdeka. Untuk itu , mereka mulai merencanakan adanya
perubahan yang cukup penting di dalam kurikulum dan sistem pendidikan yang ada.
Kedua,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sekali. Di satu pihak ,
perkembangan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah
menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama . Di lain pihak, perkembangan
di dalam ilmu pengetahuan psikologi, komunikasi, dan lain-lainnya menimbulkan
diketemukannya teori dan cara-cara baru di dalam proses belajar mengajar. Kedua
perkembangan di atas , dengan sendirinya mendorong timbulnya perubahan dalam isi
maupun strategi pelaksanaan kurikulum.
Ketiga,
pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia . dengan bertambahnya penduduk, maka
makin bertambah pula jumlah orang yang membutuhkan pendidikan. Hal ini
menyebabkan bahwa cara atau pendekatan yang telah digunakan selama ini dalam
pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau perlu diubah agar dapat memenuhi
kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar. Ketiga faktor di atas itulah yang
secara umum banyak mempengaruhi timbulnya perubahan kurikulum yang kita alami dewasa
ini.
E.
Sebab-Sebab
Kurikulum Itu Diubah
Misalnya pada
tahun 30-an sebagai pengaruh golongan progresif di USA tekanan kurikulum adalah
pada anak, sehingga kurikulum mengarah kepada child-centered curriculum sebagai
reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap terlalu bersifat
adult dan society-centered Kurikulum
itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara
fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi Negara
yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang
menyeluruh.
Kurikulum juga
diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran. Pada tahun 40-an ,
sebagai akibat perang, asas masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi
lebih society-centered. Pada tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat sputnik yang
menyadarkan Amerika Serikat akan ketinggalan dalam ilmu pengetahuan, para
pendidik lebih cenderung kepada kurikulum yang discipline-centered, yang mirip
kepada subject-centered curriculum. Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi
kepada titik semula. Akan tetapi, lebih tepat, bila kita katakan, bahwa
perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak sebagai lingkaran, jadi kita tidak
kembali kepada yang lama, tetapi pada suatu titik di atas yang lama.
Kurikulum dapat pula mengalami
perubahan bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar, sehingga timbul
bentuk-bentuk kurikulum seperti activity atau experience curriculum, programmed
instruction, pengajaran modul, dan sebagainya.
Perubahan dalam
masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan dan lain-lain mengharuskan adanya
perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku
tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh setiap
kurikulum , betapapun relevannya pada suatu saat.
Maka karena itu
perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan mempertahankan kurikulum yang
ada akan merugikan anak-anak dan demikian fungsi kurikulum itu sendiri.
Biasanya perubahan satu asas akan memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum
itu.
F.
Kesulitan-Kesulitan
Dalam Perubahan Kurikulum
Sejarah
menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaharuan. Ide yang baru
tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara
umum di sekolah-sekolah.
Manusia itu
pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan itu juga.
Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada
kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan
pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang
suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula
kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk
mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan administrative. Guru itu hanya
diharapkan mengikuti instruksi atasan.
Pembaharuan
kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya. Dengan
meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaharuan yang telah dimulainya itu.
Dalam pembaharuan kurikulum
ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih “mudah” daripada menerapkannya
dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak
mengalami rintangan dalam penyebarluasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak
orang dan mungkin memerlukan perubahan struktur organisasi dan administrasi
sistem pendidikan.
Pembaharuan
kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk fasilitas dan
alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula
pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah lazim
dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru sebelum terbukti
kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan kurikulum adalah sifat yang
sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada suatu
saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
G.
Strategi
kepemimpinan Dalam Perubahan Kurikulu
Strategi
dimaksud rencana serangkaian usaha untuk mencapai tujuan , dalam hal ini
perubahan kurikulum. Untuk mengubah kurikulum dapat diikuti strategi yang
berikut :
a.
Mengubah seluruh
sistem pendidikan yang hanya dapat dilakukan oleh pusat yakni Depdikbud karena
mempunyai wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum secara total.
Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan secara uniform di seluruh Negara. Usaha
besar-besaran ini hanya dapat dikoordinasi oleh pusat dengan memberikan
pernyataan kebijaksanaan, petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan buku pedoman.
Strategi ini sangat ekonomis mengenai waktu dan tenaga bila mengadakan
perubahan kurikulum secara uniform dan menyeluruh.
b.
Mengubah kurikulum
tingkat lokal
Kurikulum
yang nyata, yang riil, hanya terdapat di mana guru dan murid berada, yakni
sekolah dan dalam kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang
sesungguhnya . Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang sesungguhnya . Dalam
kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik kertas. Dalam menghadapi
anak, mau tak mau setiap guru akan menghadapi masalah yang harus diatasinya.
Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas terhadap murid yang berbeda-beda, tak
dapat tiada guru harus mengadakan penyesuaian. Bagaimanapun ketatnya perincian
kurikulum , guru selalu mendapat kesempatan untuk mencobakan pikirannya
sendiri. Pedoman kurikulum hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru
terjalin erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah yang menjadi
garis depan perubahan dan perbaikan kurikulum.
Dibawah
pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat seluruh staf, atau setiap
tingkatan atau bidang studi. Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum sebaiknya
dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak diperoleh sekaligus.
Perbaikan sesungguhnya akan terjadi bila guru sendiri menyadari kekurangannya,
ada kalanya atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan siswa dan dalam
diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha perbaikan yang dijalankan oleh
guru-guru memerlukan kordinasi kepala sekolah.
Perubahan
kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa sekolah itu menyendiri dan melepaskan
diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam rangka kurikulum
resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan
anak dan lingkungannya serta berusaha untuk meningkatkannya. Ada menyebutnya “kurikulum
plus”. Kurikulum resmi hanya memberikan kurikulum minimal yang diharapkan harus
dicapai oleh segenap siswa di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak dilarang
memberi bahan yang lebih mendalam dan luas bagi anak-anak yang berbakat. Adanya
perbedaan antara apa yang diajarkan disuatu sekolah tidak perlu mempersulit
anak pindah sekolah, selama sekolah itu mengajarkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip atau struktur ilmu, sedangkan isinya secara detail tidak
esensial.
c.
Memberikan pendidikan
in-service dan pengembangan staf.
Dianggap
bahwa kurikulum sekolah akan mengalami perbaikan jika mutu guru ditingkatkan.
In-service training dianggap lebih formal , dengan rencana yang lebih ketat dan
diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf atau staff
development lebih tak formal, lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan guru.
Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya mengajar yang
telah divideo-tape. Apa yang dipelajari dalam inservice dan pengembangan staf
hendaknya dipraktikkan.
d.
Supervisi
Dahulu
penilik sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan inspeksi dan memberi
penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai hari
mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam tipu muslihat.
Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya ialah membantu guru
mengadakan perbaikan dalam pengajaran. Supervisi adalah member pelayanan kepada
guru untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Bila dirasa
perlu penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu
metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa mempelajari perkembangan
kurikulum dan metode mengajar modern dan dapat pula menerapkannya. Ialah
sebenarnya hulubalang dalam modernisasi pendidikan.
e.
Reorganisasi sekolah
Reorganisasi
diadakan bila sekolah itu ingin merombak seluruh cara mendidik di sekolah itu
dengan menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini antara lain dapat terjadi
bila sekolah itu akan menjalankan misalnya team teaching , non-grading , metode
unit, open school, dan lain-lain yang memerlukan perubahan dalam semua aspek
pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas , penjadwalan , tugas guru,
kegiatan siswa , administrasi, dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang
terdapat di negara kita dewasa ini , kecuali bila diadakan eksperimen dengan
metode baru, misalnya pengajaran modul.
f.
Eksperimentasi dan
penelitian
Negara
kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan dalam pendidikan. Kemajuan
komunokasi dan transport membuka pendidikan kita bagi berbagai pengaruh di
bagian lain dunia ini. Cirri kemajuan ialah perubahan dan perbaikan, juga dalam
bidang pendidikan di sekolah. Penelitian atau research pendidikan belum cukup
dilakukan di Negara kita ini. Biasanya penelitian tidak langsung dapat ditetapkan
dan melalui fase yang lama sebelum diterima secara umum.
H.
Proses
Perbaikan Kurikulum
Seperti telah
dikemukakan, kurikulum bermacam-macam tafsirannya. Pada satu pihak, kurikulum
dipandang sebagai buku pedoman dan wewenang untuk mengembangkannya ialah pusat,
kementerian Depdikbud. Yang dihasilkan ialah suatu kurikulum nasional yang
menentukan garis - garis besar apa yang harus diajarkan kepada murid - murid.
Di pihak lain, kurikulum dapat ditafsirkan sebagai segala sesuatu yang terjadi
dalam kelas dan sekolah yang mempengaruhi perubahan kelakuan para siswa dengan
berpedoman pada kurikulum yang ditentukan oleh Pemerintah. Dalam arti terakhir
ini, perbaikan kurikulum terutama tergantung pada guru. Dialah menentukan apa
yang sesungguhnya terjadi dalam kelasnya. Dalam posisi itu boleh dikatakan
ialah pengembang kurikulum, dan ada tidaknya perbaikan pengajaran dalam
kelasnya bergantung pada ada tidaknya usaha guru.
Tak semua guru
sadar akan peranannya sebagai pengembang kurikulum, karena ia memandang dirinya
sekadar sebagai pelaksana kurikulum, yang berusaha jangan menyimpang sedikitpun
dari ketentuan dari atasan. Apa yang ditentukan oleh atasan sebenarnya masih
jauh dari lengkap. Yang diberikan terutama garis - garis besarnya, dan kalaupun
dirincikan mustahil meliputi kegiatan guru dan siswa sampai hal yang
sekecil-kecilnya. Kurikulum sekolah kita, menentukan hanya sampai tujuan
instruksional umum (TIU). Yang merumuskan TIK-nya ialah guru. Bahan pelajaran
juga hanya pokok - pokoknya, masih banyak yang harus dilengkapi guru. Demikian
pula metode yang dianjurkan sangat terbatas dan tidak spesifik. Banyak lagi
kesempatan bagi guru untuk secara kreatif memilih dari sejumlah besar metode,
strategi, atau model mengajar yang tersedia. Penilaian formatif dan sumatif
untuk pelajaran yang diajarkan guru, sepenuhnya dalam tangan guru. la tidak
terikat pada test tertulis, akan tetapi dapat menjalankan penilaian yang lebih
komprehensif yang meliputi aspek emosional, moral, sosial, sikap dan aspek
afektif lainnya. la dapat menilai kemampuan kognitif pada tingkat mental yang
jauh lebih tinggi daripada yang dapat diukur dengan Ujian Nasional. Dialah yang
dapat menilai aspek - aspek kepribadian anak. Ialah yang berada dalam posisi
strategis untuk mengenai perkembangan anak, fisik, mental, etis, estetis,
sosilal, dan lain-lain.
Pada umumnya
guru kita masih belum menyadari peranannya sebagai pengembang kurikulum.
Kurikulum kita uniform di samping usaha untuk sedapat mungkin mengatur apa yang
harus dilakukan oleh guru sampai yang sekecil - kecilnya. Meningkatkan mutu
pendidikan dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan. Pertama, menyusun paket
pelajaran sedemikian rupa sehingga guru hanya berperan untuk mengatur
distribusi bahan itu menurut kecepatan anak. Pelajaran itu dapat berupa modul
atau pelajaran berprogram. Pendekatan kedua ialah meningkatkan mutu guru
sehingga mampu menjalankan bahkan memperbaikinya bila ada kelemahannya.
Pendekatan pertama sangat mahal selain banyak kekurangannya. Pendekatan kedua
memerlukan guru yang profesional, berkompetensi tinggi, guru yang berjiwa
dinamis dan terbuka bagi pembaharuan. Pendekatan ini pun tak mudah dijalankan
karena menuntut kualitas guru yang tinggi yang masih belum terpenuhi pada saat
ini.
Kurikulum yang
uniform dapat menjadi alasan bagi guru untuk menjauhi inisiatif perbaikan dan
hanya menunggu instruksi dari pihak atasan. Sebaliknya atasan yang tidak
merangsang guru untuk bersifat dinamis dan memberi kesempatan serta dorongan
untuk mencobakan perbaikan atas pemikiran sendiri dan tidak turut serta dalam
usaha perbaikan dan penyesuaian dengan keadaan setempat cenderung mematikan
kreativitas guru.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum yang
riil, bukan sekadar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak
dalam kelas, ruang olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan
banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang
bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan
dengan demikian lebih pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan
kurikulum di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya, yaitu guru
sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah, juga orang tua dan masyarakat
umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan
bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change is social
change.
Dalam
perjalanannya dunia Pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004
atau Kurikulum Berbasis Kompetensi
(meski belum sempat disahkan pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa
sekolah piloting project), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22 tentang
Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar Komnpetensi Lulusan, dan Permen
Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua Permen tersebut. Ada rumor yang berkembang
dalam masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti Kurikulum.”
Kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari sudut mana kita memandang.
Kalau sudut pandangnya politis, maka pergantian sistem pendidikan nasional,
termasuk di dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan kekuasaan
(siapa yang berkuasa). Namun, kalau sudut pandangnya nonpolitis, pergantian
kurikulum merupakan suatu hal yang biasa dan suatu keniscayaan dalam rangka
merespons perkembangan masyarakat khususnya dunia pendidikan yang begitu cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 2009. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan Dan Pengembangan
Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan
. Jakarta: Bumi Aksara.
Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung:
Angkasa.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Depdiknas. 2005.