BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga
pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin
telah menjalankan tugasnya memanej organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut
akan menjadi baik pula. Bagitu pulan
halnya dengan kepemimpinan kepala sekolah, ia merupakan faktor penggerak,
penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan sekolah
dan pendidikan pada umumnya yang direalisasikan dengan MPMBS. Kepala sekolah
dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MPMBS
sebagai paradigma baru pendidikan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja kepala sekolah dalam kaitannya dengan MPMBS adalah segala upaya yang
dilakuakan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam
mengimplementasikan MPMBS disekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien.
Melihat penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan
tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan
relation yang baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan
tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan
sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang
ada di sekolah.
Dalam Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan porsi bahasan yang tidak
sedikit.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengetian kepemimpinan?
2. Bagaimana
konsep kepemimpinan kepala sekolah?
3.
Bagaimana teori kepemimpinan kepala sekolah dalam
perspektif al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Mengenai definisi kepemimpinan, banyak perbedaan pendapat mengenai
definisinya. Hal ini disebabkan berbedanya sudut pendang dari masing-masing
peneliti, mereka mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan
perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka.
Jacobs & Jacques mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses
memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang
mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai
sasaran. Sedangkan menurut
Tannenbaum, Weschler & Massarik kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi,
yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu, serta diarahkan melalui
proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau bebrapa tujuan tertentu. Dari
pengertian di atas ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan
untuk tercapainya tujuan bersama. Disamping itu jika melihat rumus kepemimpinan
yang diajukan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, maka hubungan natara
pemimpin dan yang dipimpin tidak harus selalu berada dalam hubungan yang
hirarkis.
B.
Syarat-Syarat
Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persaratan kepamimpinan itu harus selalu di kaitkan
dengan tiga hal pokok yaitu,
a.
Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas
yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan untuk berbuat sesuatu.
b.
Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan,
keutamaan, shingga orang mampu “mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga
orang tersebut patuh pada pimpinan dan bersedia melakukakan perbuatan-perbuatan
tertentu.
c.
Kemampuan ialah segala daya, kemampuan,
kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ ketrampilan teknis maupun sosial yang
dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
C.
Sifat-sifat
Pemimpin dalam Al-Qur’an
Setelah membahas prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Al-Qur’an secara
global, maka selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci sifat dan tugas
pemimpin. Agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sukses, seorang
pemimpin harus memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah:
- Islam.
Islam di sini tentu saja bukan sekedar Islam KTP, namum Muslim yang benar-benar
memahami dan menjalankan ajaran agamanya. Allah melarang hamba-Nya untuk
menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
لايتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين، ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيئ إلا أن تتقوا منهم تقاة، ويحذركم الله نفسه، وإلى الله المصير (ال عمران: 28)
Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).
- Ketaqwaan.
Dengan ketaqwaan ini akan menjauhkan dari pelanggaran Allah berfirman:
.......وتزودوا فإن خير الزاد التقوى، واتقون يا أولى الألباب (البقرة: 197)
Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal.
- Memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaannya.
Semakin besar kemampuan dan pengetahuannya terhadap urusan perusahaan,
pengaruhnya akan semakin kuat. Allah telah memberikan perumpamaan,
تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير(الملك: 1)
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
- Mempunyai
keistimewaan lebih dibanding dengan orang lain. Hal ini dijelaskan dalam kisah
pengangkatan raja Thalut.
وقال لهم نبيهم إن الله قد بعث لكم طالوت ملكا، قالوا أنى يكون له الملك
علينا ونحن أحق بالملك منه ولم يؤت سعة من الماال، قال إن الله اصطفاه عليكم وزاده
بسطة في العلم والجسم، والله يؤتي ملكه من يشاء والله واسع عليم (البقرة: 247)
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi
(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya
lagi Maha Mengetahui.
- Memahami
kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.
وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم، فيضل الله من يشاء ويهدي من يشاء، وهو العزيز الحكيم (إبراهيم: 4)
Kami tidak
mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa
yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Selain itu, kebiasaan dan bahasanya juga harus jelas sehingga dapat
dipahami oleh orang lain, sebagaimana Musa a.s. memohon kepada Allah
واحلل عقدة من
لساني (طه: 27)
Dan lepaskanlah
kekakuan dari lidahku, 28. supaya mereka mengerti perkataanku.
- Mempunyai
karisma dan wibawa dihadapan manusia sebagaimana perkataan kaum
Nabi Syu’aib
a.s.
قالوا يا شعيب ما
نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا، ولو لا رهطك يرجمناك، وما أنت علينا
بعزيز (هود: 91)
Mereka berkata:
"Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu
dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara
kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang
kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami."
- Konsekuen
dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu. Demikianlah yang
diperintahkan Allah kepada Nabi Daud a.s. ketika dia diangkat menjadi khalifah
di muka bumi,
يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى
فيضلك عن سبيل الله ، إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد العقاب (ص: 26)
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
- Bermuamalah
dengan (lembut dan kasih sayang, agar orang lain simpatik kepadanya. Kasih
sayang adalah salah satu sifat Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah
berikut ini,
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظّا غليظ القلب لانفضوا من حولك، (ال
عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu.,
- Menyukai
suasana saling memaafkan antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu
mereka agar segara terlepas dari kesalahan. Allah memerintah Rasulullah
saw.,
....... فاعف عنهم واستغفر لهم .......(ال عمران: 159)
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka
- Bermusyawarah
dengan para pengikutnya serta mintalah pendapat dan pengalaman mereka, seperti
firman Allah berikut ini,
........ وشاورهم
في الأمر........ (ال عمران: 159)
- Menertibakan
semua urusan dan memebulatkan tekad untuk kemudian bertawakal (menyerahkan
urusan) kepada Allah. Firman Allah,
......... فإذا
عزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159)
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
- Membangun kesadaran akan adanya muraqabah
(pengawasan dari Allah) hingga terbina sikap ikhlas di manapun, walaupun
tidak ada yang mengawasinya kecuali Allah. Allah berfirman,
الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة (الحج: 41)
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang.
- Memberikan
takafuul ijtima’ santunan sosial kepada para anggota, sehingga tidak
terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan
strata sosial yang merusak.
…..أقاموا الصلاة وأتوا الزكاة……. (الحج: 41)
…….niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat.
- Mempunyai
power ‘pengaruh’ yang dapat memerintah dan mencegah karena seorang
pemimpin harus melakukan control ‘pengawasan’ atas pekerjaan anggota,
meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan
mencegah kemungkaran.
…..وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر، ولله عاقبة الأمور……. (الحج: 41)
……..menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.
- Tidak
membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan
lingkungan.
وإذا تولى سعى في
الأرض ليفسد فيها ويهلك الحرث والنسل، والله لا يحب الفساد (البقرة: 205)
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak,
dan Allah tidak menyukai kebinasaan
- Mau
mendengarkan nasihat dan tidak sombong karena nasihat dari orang yang
ikhlas jarang sekali kita peroleh. Oleh karena itu Allah telah mengancam
orang yang sombong dengan berfirman,
وإذا قيل له اتق الله أخذته العزة بالإثم، فحسبه جهنم، ولبئس المهاد
(البقرة: 206)
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah",
bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah
(balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal
yang seburuk-buruknya.
D. Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji
sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara
efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan.
Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya
mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang
kepemimpinan antara lain :
·
Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian
pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan
Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang
kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya,
teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang
berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan
tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu
antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
o Kecerdasan
o Kedewasaan dan
Keluasan Hubungan Sosial
o Motivasi Diri
dan Dorongan Berprestasi
o Sikap Hubungan
Kemanusiaan
Ø Teori
Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
o Pertama yang
disebut dengan Konsiderasi
o Kedua disebut
Struktur Inisiasi.
Ø Teori
Kewibawaan Pemimpin
Ø Teori
Kepemimpinan Situasi
Ø Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran
yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa
teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan
(Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya
dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah
cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang
lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda
– beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang
tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif
dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka
memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan
pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah
digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya
menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya
kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang
diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan
menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin
memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan
baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu
kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka
makin kuat pula yang dipimpin.
E. Kepemimpinan Yang Melayani
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan
kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan
pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara
pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah,
namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada
pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu
kepemimpinan yang melayani.
·
Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan
menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter.
Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar
untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan
integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat
yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil
rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali,
karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak
sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
F. Perilaku Kepemimpinan
·
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan
integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus
menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken
Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :
·
Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka
yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk
memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman
Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa
yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
·
Pemimpin focus pada hal – hal spiritual
dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran
adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan
bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih
mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan,
dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
·
Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh
dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb.
Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap
komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer
(doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat
relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia.
Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the
Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah
kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin –
pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya
adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang
–orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati,
mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik
bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan di Indonesia di
tengah situasi yang masih serba terbelakang dan miskin prestasi,membuat
Indonesia harus mampu untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, karena sulitnya
Indonesia mencari pemimpin yang ideal,
sehingga Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah
proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin transformasional
mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang
lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti kemerdekaan, keadilan dan
kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau
kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang
relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan
tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di
Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia
sekarang lebih banyak sebagai pemimpin transaksional saja, dimana jenis
kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada
kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan
upaya-upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat
banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU
dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi langit agar pemimpin
tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu
(money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut terpilih
ternyata sangat banyak janji ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Garry, Yukl. Kepemimpinan dalam organisasi, ,
terj. Jusuf udaya, Prehalindo,
Jakarta,1994.
Kartini Kartono. Dr. Pemimpin Dan Kepemimpinan,
Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1998.
YW. Sunindhia, SH, Kepemimpinan Dalam Masyarakat
Modern, Jakarta, PT.
Rineka Cipta, 1993.
Winardi. Dr. SE, Asas-Asas Manajemen, Bandung,
Alumni, 1979.
Soeharto Rujiatmojo Drs. Ikhtisar Kepemimpinan
Dalam Administrasi Negara
Di Indonesia, 1984, Jakarta.
Karjadi. M. Kepemimpinan ( Leadership ), Bogor,
1987. Tim Dosen Administrasi
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen
Pendidikan, 2008, Alfabeta, Bandung.
Deviton JA. The Interpersonal Communication Book,
7th Ed., Hunter College
of The
City University of New York, 1995.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah kita
ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan yang begitu keras
dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai kehadiran filsafat
ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka mengatakan filsafat sangat bertentangan
dengan ajaran agama, khususnya agama Islam.
Mengutip apa yang dikatakan
oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya adalah sama-sama berbicara
dan mencari kebenaran, dan karena pengetahuan tentang kebenaran itu meliputi
juga pengetahuan tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya, tentang apa yang baik dan
berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk mencari kebenaran dengan
alasan bahwa pencarian seperti itu adalah kafir, maka sesungguhnya yang mengatakan
kafir tersebutlah yang sebenarnya kafir.
Di antara filsuf muslim yang
paling peduli untuk menjawab perihal hubungan filsafat dengan agama ini adalah
Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah karya khusus untuk menjelaskan
bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan antara filsafat dan agama.
Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama sesungguhnya tidak ada
pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru mewajibkan pemeluknya
untuk belajar filsafat.
Jika filsafat mempelajari
secara kritis tentang segala wujud yang ada dan merenungkannya sebagai petunjuk
‘dalil’ adanya sang pencipta dari satu sisi dan syari’ah pada sisi yang lain
telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud yang ada, maka sesungguhnya
antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang dianjurkan oleh syari’ah
telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa mempelajari
filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari’ah.
Penekanan al’quran di dalam
surat 59 ayat 2 yang berbunyi : “Fa’tabiru ya uli al abshar” (Renungkanlah
olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi)) sesungguhya lebih
kepada penekanan pentingnya untuk menggunakan akal, atau gabungan antara
penalaran intelektual (filsafat) dan penalaran hukum (syari’at).
Demikian juga surat 185 ayat 7
yang mengatakan :
“Dan apakah mereka tidak
memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan
Allah”
Juga adalah ayat yang
menganjurkan supaya manusia menggunakan akal dan penalarannya untuk mempelajari
totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari’at telah mewajibkan
kepada kita untuk menggali pengetahuan tentang alam semesta ini dengan
penalaran. Namun demikian, untuk bisa melakukan penalaran yang benar maka
disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode atau
cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa melakukan
pembuktian yang demonstratif.
Ibn Rusyd kemudian
membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat untuk berfilsafat
dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk mempelajari
katagori-kategori hukum yang termuat dalam ushul al-fiqh.
Ibn Rusyd menyatakan jika para
fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan tentang penalaran
hukum dari ayat “fa’tabiru ya uli al abshar”, maka alangkah lebih pantas jika
ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya untuk mempelajari pengetahuan
rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang ingin mengetahui Tuhan dan
ciptaan-Nya.
Bagi mereka yang tetap ngotot
mengatakan bahwa belajar filsafat tersebut adalah bid’ah, Ibn Rusyd mengatakan,
“anggaplah filsafat itu bid’ah karena tidak terdapat dikalangan orang-orang
Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa tidak berlaku juga bagi studi
penalaran hukum (ushul al-fiqh) yang tercipta juga setelah periode salaf.
Bagaimana mungkin jika yang
satu dikatakan tidak bid’ah tetapi yang lainnya dikatakan bid’ah padahal
keduanya membicarakan penalaran hukum dan penalaran rasional yang sama-sama
diciptakan setelah periode salaf.
B. Saran
Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta menganjurkan hamba-hamba-Nya
untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan setiap muslim telah diwajibkan
oleh Allah untuk mempelajari ilmu, Rasulullah shallllahu ‘alaihi wasallam
bersabda, artinya, ” Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. (Shahihul
Jami’ 3913)
Menuntut ilmu adalah amalan
sholeh yang paling afdhal dan termasuk amalan jihad fisabilillah karena
tegaknya agama Allah adalah dengan dua perkara:
1. Ilmu
2. Senjata dan peperangan
Dua perkara ini haruslah ada,
tidak mungkin Agama Allah akan menang kecuali dengan dua perkara ini.
Filsafat menolong mendidik,
membangun diri kita sendiri dengan berfikir lebih mendalam, kita mengalami dan
menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita
berfikir, untuk hidup yang sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup
kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel: Filsafat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat. diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel: Agama. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama.
diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel. Keutamaan Menuntut
Ilmu. http://kajiansunnah.wordpress.com/ diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel. Agama dan Filsafat.
http://parapemikir.com/agama-dan-filsafat.html diakses tanggal 26 Desember 2009
Koncara, Eka L. 2008. Karya
Tulis: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Purwakarta: STAI Dr. KHEZ Muttaqien.
Qardhawi, Yusuf. 1998.
Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani.
Tim Penyusun P3B. 1989. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. DEPDIKBUD: Balai Pustaka.
Rahmat, Jalaludin. 2004.
Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.
� N+i y p- �6 ent:36.0pt;background:white'>Secara terminologi, jual-beli
adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu,
atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan
yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut
Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau
memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan syarat Jual beli
a. Adanya
orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh,
berakal, saling ridlo antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam
melakukan aktifitas jual beli
b. Sighat
(ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi
barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan dating
c. Barang
yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan,
barang milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli
d. Nilai
tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli
dilakukan dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan
barang yanh diharamkan syara’.
Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi
dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya
menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah
satu dari dua barang.
Jenis Riba
a. Riba Fadhl, yaitu
tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang
disyaratkan oleh yang menukarkan
b. Riba Qardhi, yaitu
meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang
meminjami
c. Riba Yad, yaitu berpisah
dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
d. Riba Nasiah, yaitu
tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh
penjual dengan dilambatkan
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, sayyid. 1998. Fiqh
Sunnah. Bandung : al- ma’arif
As’ad, aliy. 1979. Fathul
Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid, Sulaiman. 2003.
Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai
Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar, Abu Imron.1982.
Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus