BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini,
epidemiologi banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat. Masalah
ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup
masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi
bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan
timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama
yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat
yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan
berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam
masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan
keluarga saja.
Dari berbagai
contoh ruang lingkup penggunaan epidemiologi seperti tersebut diatas, lebih
memperjelas bahwa disiplin ilmu epidemiologi sebagai dasar filosofi dalam usaha
pendekatan analis masalah yang timbul dalam masyarakat, baik yang bertalian
dengan bidang kesehatan maupun masalah lain yang erat hubungannya dengan
kehidupan masyarakat secara umum.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Epidemiologi
adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit
pada manusia.
Epidemiologi
mempelajari tentang distribusi penyakit berdasarkan umur, jenis kelamin,
geografi, dll. Epidemiologi mempelajari distribusi penyakit berdasarkan
faktor-faktor penyebab.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang
mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
•
Mempelajari distribusi
dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
•
Menguraikan penyakit
dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
•
Memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol
dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
•
Menguraikan penyebab
dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
1.
Faktor dan penyebab
masalah gizi (agent)
2.
Faktor yang ada pada
pejamu (host)
3.
Faktor yang ada di
lingkungan pejamu (environment)
Menguraikan penyebab dari masalah
gizi dan menentukan hubungan sebab akibat:
•
Masalah gizi :
kekurangan atau kelebihan zat gizi
•
Agent: asupan makanan
dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang
berkaitan
•
Host: karakteristik
individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku
bangsa, dll)
•
Environment: lingkungan
(rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi
Penggunaan epidemiologi gizi:
a. Secara deskriptif mempelajari :
•
Siapa yang mempunyai
masalah gizi
•
Kapan dan pada
situasi-kondisi apa yang bagaimana masalah gizi tersebut terjadi
(biasanya digunakan data dari
klinik, laporan rutin ataupun hasil survey khusus)
b. Secara analitik mempelajari:
•
Hubungan kausal
tertentu antara faktor penyebab dengan kejadian/kelainan yang diakibatkannya (biasanya
diperlukan penelitian khusus dengan rancangan kohort ataupun kasus-kontrol)
c. Secara intervensi mempelajari:
•
Dampak ataupun efek
dari suatu program yang telah di laksanakan untuk menanggulangi masalah gizi. (biasanya
dapat di manfaatkan untuk memperkuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program/kebijakan gizi)
2.2
Rencana studi epidemiologi gizi:
1. Rancangan observasi
a.
Deskriptip:
1)
Studi ekologi
2)
Studi cross sectional
b. Analitik:
1)
Studi coss-cotrol
2)
Studi kohort
2. Rancangan eksperimen atau
komuniti trial
a.
Field trial
b.
Clinical trial
2.3
Rancangan studi epidemiologi gizi:
a. Studi
ekologi contohnya:
Survey rumah tangga
(asupan makanan) dikaitkan dengan data-data kesehatan oleh BPS
b. studi
cross-sectional atau studi prevalensi:
Untuk mengetahui hubungan
antara faktor-faktor penyebab dan kelainan gizi pada suatu waktu dengan cara
cepat dan murah (hubungan kausal)
c. Studi
case-kontrol
Untuk membandingkan
orang yang mengalami kelainan gizi (kasus) dengan orang yang bebas kelainan
gizi (kontrol) berdasarkan factor penyebab yang telah lalu
d. Studi
kohort
Dengan menentukan
factor penyebab terlebih dahulu kemudian mengikuti individu tersebut untuk
waktu tertentu diikuti akibat dari factor penyebab tersebut pada interval waktu
tertentu
e. Studi
eksperimen
Faktor penyebab
ditentukan dan dilihat efeknya.
2.4
Permasalahan pada epidemiologi gizi :
•
Gizi atau status gizi
sukar untuk ditentukan secara langsung sehingga selama ini digunakan beberapa
indikator status gizi
•
Indikator status gizi
tersebut sering digunakan untuk bermacam tujuan
•
Masalah gizi merupakan
akibat dari banyak faktor sehingga program gizi dan penelitian gizi berkaitan
dengan disiplin ilmu lainnya.
2.5
Penggunaan indikator status gizi:
1.
Untuk melakukan
penapisan individual dalam program pencegahan malnutrisi (indikator untuk
memprediksi malnutrisi)
2.
Untuk mendiagnosis
malnutrisi (indikator untuk memprediksi resiko maupun manfaat dari intervensi
gizi)
3.
Untuk membandingkan
hasil atau memposisikan suatu populasi terhadap nilai norma/rujukan tertentu
4.
Untuk mengevaluasi
terapi/intervensi gizi (indikator yang bereaksi terhadap terapi gizi).
Pemilihan indikator yang terbaik bergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
2.6
Masalah indikator status gizi:
•
Validitas data:
Mengukur
apa yang ingin di ukur (TB/U untuk masalah gizi kronis)
•
Reliabilitas data:
Seberapa
baik pengukuran dapat diulang
•
Sensitivitas data:
Menentukan
individu yang benar-benar sakit (high risk)
•
Spesifisitas data:
Menentukan
individu yang benar-benar sehat
•
Akurasi data:
Pengukuran
mendekati kebenaran
2.7
Ukuran-ukuran dalam epidemiologi gizi:
1. Ukuran untuk morbiditas dan
mortalitas:
a.
Rate, rasio dan proporsi
b.
Rate, insidens dan prevalens
2. Indikator kesehatan:
a.
Indikator dari penyebab khusus
b.
Mortalitas bayi dan bayi baru lahir
c.
Mortalitas ibu
d.
Umur harapan hidup
2.8
Masalah Gizi yang terjadi di Indonesia
A.
Gizi Buruk
Definisi
Gizi Buruk
suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan
ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP
(Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak
dijumpai pada balita.
1.
Penyebab terjadinya gizi buruk
Orang akan
menderita gizi buruk jika tidak mampu untuk mendapat manfaat dari makanan yang
mereka konsumsi, contohnya pada penderita diare, nutrisi berlebih, ataupun
karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak mendapat cukup kalori dan
protein untuk pertumbuhan tubuh.
Beberapa orang
dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang
menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan secara
sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami gangguan pada
saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak terdapat pada
tepung yaitu gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi. Kemudian ada juga penyakit cystic
fibrosis yang mempengaruhi pankreas, yang fungsinya adalah untuk memproduksi
enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan. Demikian juga penderita
intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna susu dan produk olahannya.
2.
Penyebab secara langsung antara lain:
1.
Penyapihan yang
terlalu dini
2.
Kurangnya sumber
energi dan protein dalam makanan TBC
3.
Anak yang asupan
gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau metabolisme
lainnya.
4.
Pola makan yang tidak
seimbang kandungan nutrisinya
5.
Terdapat masalah pada
sistem pencernaan
6.
Adanya kondisi medis
tertentu
3.
Penyebab secara tidak langsung antara lain :
1.
Daya beli keluarga
rendah/ ekonomi lemah
2.
Lingkungan rumah yang
kurang baik
3.
Pengetahuan gizi
kurang
4.
Perilaku kesehatan dan
gizi keluarga kurang
4.
Gejala-gejala Gizi Buruk
Gizi buruk
dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental. Semakin berat kondisi
gizi buruk yang diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar
resiko terjadinya masalah kesehatan secara fisik.
Pada gizi buruk yang berat dapat
terjadi kasus seperti marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan
energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat defisiensi yodium, kebutaan dan
resiko terkena penyakit infeksi yang meningkat akibat defisensi vitamin A,
sulit untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi.
5.
Gejala Umum Dari Gizi Buruk Adalah :
1.
Kelelahan dan
kekurangan energy
2.
Pusing
3.
Sistem kekebalan tubuh
yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
4.
Kulit yang kering dan
bersisik
5.
Gusi bengkak dan
berdarah
6.
Gigi yang membusuk
7.
Sulit untuk
berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8.
Berat badan kurang
9.
Pertumbuhan yang
lambat
10.
Kelemahan pada otot
11.
Perut kembung
12.
Tulang yang mudah
patah
13.
Terdapat masalah pada
fungsi organ tubuh
Tanda – tanda Gizi buruk secara
umum
1.
Berat Badan di bawah
normal
2.
Rambut pirang. Kering
kusam
3.
Pertumbuhan otak
terhambat
4.
Badan nya lemas
5.
Matanya Cekung
6.
Perut buncit
7.
Tidak nafsu makan
8.
Rabun Senja
Dampak gizi buruk pada anak
terutama balita
1.
Pertumbuhan badan dan
perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2.
Kekurangan Vitamin A
dapat menyebabkan Rabun Senja
3.
Daya tahan tubuh Lamah
4.
Mudah terkena penyakit
ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
5.
Zat antibody tidak
sempurna
6.
Jika terinfeksi sukar
sembuh serta mudah berkomplikasi
7.
Rentan terhadap
penyakit TBC
8.
Bisa menyebabkan
kematian bila tidak dirawat secara intensif.
Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP
ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa
kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan
gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi
tiga tipe:
1.
kwashiorkor
2.
marasmus
3.
marasmus-kwashiorkor.
1.
Kwashiorkor adalah
penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada usia
1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama
kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang
dikonsumsi kurang menggandung nutrient lain serta konsumsi daerah setempat yang
berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Ciri
– ciri kwashiorkor :
•
edema (pembengkakan),
umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
•
pandangan mata sayu
•
rambut tipis kemerahan
seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
•
terjadi perubahan
status mental menjadi apatis dan rewel
•
terjadi pembesaran
hati
•
otot mengecil
(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
•
terdapat kelainan
kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
•
sering disertai
penyakit infeksi yang umumnya akut
•
anemia dan diare
2.
Marasmus adalah
kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai
sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”. Sering terjadi pada bayi yang
tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan penggantinya, atau
terjadi pada bayi yang sering diare.
ciri
- ciri marasmus :
•
badan nampak sangat
kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
•
wajah seperti orang
tua
•
mudah menangis/cengeng
dan rewel
•
kulit menjadi keriput
•
jaringan lemak
subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar
•
perut cekung, dan iga
gambang
•
seringdisertai
penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
•
diare kronik atau
konstipasi (susah buang air)
Ciri – ciri marasmus-kwashiorkor
Memiliki ciri
gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema
yang tidak mencolok.
A.
Cara Mengukur Status Gizi Anak
Banyak cara
yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah
satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan
menurut usia dan lingkar lengan atas.
B.
Cara pencegahan
Menimbang
begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan
kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang
dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak.
Berikut adalah beberapa cara untuk
mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1.
Memberikan ASI
eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun
2.
Anak diberikan makanan
yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan
mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total
kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.
Rajin menimbang dan
mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah
pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera
konsultasikan hal itu ke dokter.
4.
Jika anak dirawat di
rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis
makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5.
Jika anak telah
menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam
bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan
setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi
anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini
sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi
bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,
biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan
muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
C.
Cara Penanggulangan Gizi Buruk
1.
Biasakan makan –
makanan gizi yang seimbang
2.
Mengatur pola makan
balita
3.
Konsumsi Vitamin A
seperti susu, ikan goring, hati, sayur hijau, dan kuning
4.
Konsumsi Vitamin B 12
seperti kedelai, telur, keju,daging, tempe, dll
Obesitas adalah
penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi
jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh. Merupakan keadaan patologis
dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk
fungsi tubuh. Gizi lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan
rata-rata, namun tidak selalu identik dengan obesitas.
a. Penyebab
•
Perilaku makan yang
berhubungan dengan faktor keluarga dan lingkungan
•
Aktifitas fisik yang
rendah
•
Gangguan psikologis
(bisa sebagai sebab atau akibat)
•
Laju pertumbuhan yang
sangat cepat
•
Genetik atau faktor
keturunan
•
Gangguan hormon
b. Gejala
•
Terlihat sangat gemuk
•
Lebih tinggi dari anak
normal seumur
•
Dagu ganda
•
Buah dada seolah-olah
berkembang
•
Perut menggantung
•
Penis terlihat kecil
c. Terdapat 2 golongan obesitas
•
Regulatory obesity,
yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan
•
Obesitas metabolik,
yaitu kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat
•
d. Resiko/dampak
obesitas
•
Gangguan respon
imunitas seluler
•
Penurunan aktivitas
bakterisida
•
Kadar besi dan seng
rendah
e. Penatalaksanaan
•
Menurunkan BB sangat
drastis dapat menghentikan pertumbuhannya. Pada obesitas sedang, adakalanya
penderita tidak memakan terlalu banyak, namun aktifitasnya kurang, sehingga
latihan fisik yang intensif menjadi pilihan utama
•
Pada obesitas berat
selain latihan fisik juga memerlukan terapi diet. Jumalh energi dikurangi, dan
tubuh mengambil kekurangan dari jaringan lemak tanpa mengurangi pertumbuhan,
dimana diet harus tetap mengandung zat gizi esensial.
•
Kurangi asupan energi,
akan tetapi vitamin dan nutrisi lain harus cukup, yaitu dengan mengubah
perilaku makan
•
Mengatasi gangguan
psikologis
•
Meningkatkan aktivitas
fisik
•
Membatasi pemakaian
obat-obatan yang untuk mengurangi nafsu makan
•
Bila terdapat
komplikasi, yaitu sesak nafas atau sampai tidak dapat berjalan, rujuk ke rumah
sakit
•
Konsultasi (psikologi
anak atau bagian endokrin)
5.
ANEMIA
Anemia defisiensi
adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang
diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Ht) dan eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat defisiensi
salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi
timbulnya defisiensi tersebut.
a. Macam-macam anemia
1.
Anemia defisiensi besi
adalah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin.
2.
Anemia megaloblastik
adalah terjadinya penurunan produksi sel darah merah yang matang, bisa
diakibatkan defisiensi vitamin B12
3.
Anemia aplastik adalah
anemia yang berat, leukopenia dan trombositopenia, hipoplastik atau aplastik
1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
•
Prevalensi tertinggi
terjadi didaerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi
•
Hasil studi menunjukan
bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya
disfungsi otak permanen
•
Defisiensi zat besi
menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan
berfikir serta perubahan tingkah laku.
a. Ciri
•
Akan memperlihatkan
respon yang baik dengan pemberian preparat besi
•
Kadar Hb meningkat 29%
setiap 3 minggu
b. Tanda dan gejala
•
Pucat (konjungtiva,
telapak tangan, palpebra)
•
Lemah
•
Lesu
•
Hb rendah
•
Sering berdebar
•
Papil lidah atrofi
•
Takikardi
•
Sakit kepala
•
Jantung membesar
c. Dampak
•
Produktivitas rendah
•
SDM untuk generasi
berikutnya rendah
d. Penyebab
Sebab langsung
•
Kurang asupan makanan
yang mengandung zat besi
•
Mengkonsumsi makanan
penghambat penyerapan zat besi
•
Infeksi penyakit
•
Sebab tidak langsung
•
Distribusi makanan
yang tidak merata ke seluruh daerah
Sebab mendasar
•
Pendidikan wanita
rendah
•
Ekonomi rendah
•
Lokasi ggeografis
(daerah endemis malaria)
•
Kelompok sasaran
prioritas
•
Ibu hamil dan menyusui
•
Balita
•
Anak usia sekolah
•
Tenaga kerja wanita
•
Wanita usia subur
f. Penanganan
•
Pemberian
Komunikasi,informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan pada ibu hamil
maupun menyusui
•
Pembekalan KIE kepada
kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada
balita
•
Pembekalan KIE kepada
guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah
serta pemeberian suplemen tambahan kepada anak sekolah
•
Pembekalan KIE pada
perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen kepada tenaga kerja wanita
•
Pemberian KIE dan
suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur (WUS)
6.
DEFISIENSI VITAMIN A
Prevalensi tertinggi terjadi pada
balita
a. Penyebab
•
Intake makanan yang
mengandung vitamin A kurang atau rendah
•
Rendahnya konsumsi
vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan kadar
vitamin A yang rendah pada ASI
•
MP-ASI yang kurang
mencukupi kebutuhan vitamin A
•
Gangguan absorbsi
vitamin A atau pro vitamin A (penyakit pankreas, diare kronik, KEP dll)
•
Gangguan konversi pro
vitamin A menjadi vitamin A pada gangguan fungsi kelenjar tiroid
•
Kerusakan hati
(kwashiorkor, hepatitis kronik)
b. Sifat
•
Mudah teroksidasi
•
Mudah rusak oleh sinar
ultraviolet
•
Larut dalam lemak
c. Tanda dan gejala
•
Rabun senja-kelainan
mata, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea
•
Kadar vitamin A dalam
plasma <20ug/dl d. Tanda hipervitaminosis Akut • Mual, muntah • Fontanela
meningkat Kronis • Anoreksia • Kurus • Cengeng • Pembengkakan tulang e. Upaya
pemerintah • Penyuluhan agar meningkatkan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A
• Fortifikasi (susu, MSG, tepung terigu, mie instan) • Distribusi kapsul
vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun (200.000 IU pada bulan februari
dan agustus), ibu nifas (200.000 IU), anak usia 6-12 bulan (100.000 IU) •
Kejadian tertentu, ditemukan buta senja, bercak bitot. Dosis saat ditemukan
(200.000 IU), hari berikutnya (200.000 IU) dan 4 minggu berikutnya (200.000 IU)
• Bila ditemukan xeroptalmia. Dosis saat ditemukan :jika usia >12 bulan
200.000 IU, usia 6-12 bulan 100.000 IU, usia < 6 bulan 50.000 IU, dosis pada
hari berikutnya diberikan sesuai usia demikian pula pada 1-4 minggu kemudian
dosis yang diberikan juga sesuai usia
•
Pasien campak, balita
(200.000 IU), bayi (100.000 IU)
f. Catatan
•
Vitamin A merupakan
nutrient esensial, yang hanya dapat dipenuhi dari luar tubuh, dimana jika
asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena tidak larut dalam air
•
Gangguan asupan
vitamin A bisa menyebabkan morbili, diare yang bisa berujung pada morbiditas
dan mortalitas, dan pneumonia
7. GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN
YODIUM (GAKY)
•
Adalah sekumpulan
gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara
terus menerus dalam waktu yang lama.
•
Merupakna masalah
dunia
•
Terjadi pada kawasan
pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium
•
Defisiensi yang
berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok
a. Dampak
•
Pembesaran kelenjar
gondok
•
Hipotiroid
•
Kretinisme
•
Kegagalan reproduksi
•
Kematian
b. Defisiensi pada janin
•
Dampak dari kekurangan
yodium pada ibu
•
Meningkatkan insiden
lahir mati, aborsi, cacat lahir
•
Terjadi kretinisme
endemis
•
Jenis syaraf
(kemunduran mental, bisu-tuli, diplegia spatik)
•
Miksedema
(memperlihatkan gejala hipotiroid dan dwarfisme)
c. Defisiensi pada BBL
•
Penting untuk
perkembangan otak yang normal
•
Terjadi penurunan
kognitif dan kinerja motorik pada anak usia 10-12 tahun pada mereka yang
dilahirkan dari wanita yang mengalami defisiensi yodium
d. Defisiensi pada anak
•
Puncak kejadian pada
masa remaja
•
Prevalensi wanita
lebih tinggi dari laki-laki
•
Terjadi gangguan
kinerja belajar dan nilai kecerdasan
e. Klasifikasi tingkat pembesaran
kelenjar menurut WHO (1990)
•
Tingkat 0 : tidak ada
pembesaran kelenjar
•
Tingkat IA : kelenjar
gondok membesar 2-4x ukuran normal, hanya dapat diketahui dengan palpasi,
pembesaran tidak terlihat pada posisi tengadah maksimal
•
Tingkat IB : hanya
terlihat pada posisi tengadah maksimal
•
Tingkat II : terlihat
pada posisi kepala normal dan dapat dilihat dari jarak ± 5 meter
•
Tingkat III : terlihat
nyata dari jarak jauh
f. Sasaran
•
Ibu hamil
•
WUS
g. Dosis dan kelompok sasaran
pemberian kapsul yodium
•
Bayi < 1tahun : 100
mg
•
Balita 1-5 tahun : 200
mg
•
Wanita 6-35 tahun : 400
mg
•
Ibu hamil (bumil) :
200 mg
•
Ibu meneteki (buteki)
: 200 mg
•
Pria 6-20 tahun : 400
mg
8. GAKY tidak berhubungan denga
tingkat sosek melainkan dengan geografis
Spektrum gangguan akibat
kekurangan yodium
•
Fetus : abortus, lahir
mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme nervosa (bisu tuli,
defisiensi mental, mata juling), cacat bawaan, kretinisme miksedema, kerusakan
psikomotor
•
Neonatus : gangguan
psikomotor, hipotiroid neonatal, gondok neonatus
•
Anak dan remaja :
gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental (IQ rendah), gangguan
perkembangan
•
Dewasa : gondok,
hipotiroid, gangguan fungsi mental, hipertiroid diimbas oleh yodium
Sumber makanan
beryodium yaitu makanan dari laut seperti ikan, rumput laut dan sea food.
Sedangkan penghambat penyerapan yodium (goitrogenik) seperti kol, sawi, ubi
kayu, ubi jalar, rebung, buncis, makanan yang panas, pedas dan rempah-rempah.
a. Pencegahan/penanggulangan
•
Fortifikasi : garam
•
Suplementasi : tablet,
injeksi lipiodol, kapsul minyak beryodium
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendekatan
masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis
berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat,
baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan
social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai dengan
surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang
berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya
terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.
Epidemiologi
gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan
gizi.
•
Mempelajari distribusi
dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
•
Menguraikan penyakit
dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
•
Memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol
dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
•
Menguraikan penyebab
dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
1.
Faktor dan penyebab
masalah gizi (agent)
2.
Faktor yang ada pada
pejamu (host)
3.
Faktor yang ada di
lingkungan pejamu (environment)
DAFTAR
PUSTAKA
Nasry Noor, Prof. Dr. Nur, M.PH.
Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/
Budiarto, Dr. Eko, SKM. Pengantar
Epidemiologi. Jakarta: EGC, 2002