Saturday 15 November 2014

MEMBAHAS KEBIJAKAN DALAM PRIVATISASI BUMN

BAB I
PENAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu isu yang berhubungan dengan privatisasi secara makro telah banyak dibahas, namun masih terbatas yang membahas isu-isu privatisasi secara mikro yang berkaitan dengan strategi keuangan untuk meningkatkan kinerja.
Pro dan kontra mengenai peran dan kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) menjadi wacana diskusi di berbagai pihak. Satu pihak menyatakan bahwa peran dan fungsi BUMN cenderung tidak efisien dalam mengelola sumberdaya, dan kurang efektif kinerjanya, sehingga kelompok ini berpendapat bahwa BUMN lebih baik diprivatisasi, agar lebih mampu memperbaiki kinerjanya di waktu mendatang. Namun kelompok ini menyadari bahwa kebanyakan BUMN pada saat ini belum memiliki daya jual yang optimal dan daya tarik terhadap pihak luar yang akan membelinya. Sehingga,sebelum diprivatisasi kinerja BUMN harus diperbaiki dulu. Pihak lain meragukan keberhasilan privatisasi BUMN, mengingat bahwa dengan privatisasi, penyelenggaraan fungsi sosial BUMN dalam memenuhi kepentingan umum dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi terabaikan, sehingga kebijakan privatisasi ini akan mengarah pada system, perkonomian kapitalis –liberal.
Untuk meningkatkan kinerja BUMN , dalam arti mampu menjalankan fungsinya sebagai badan usaha yang menghasilkan laba dan sekaligus menyumbang pada peningkatan kesejahteraan umum , berbagai langkah telah ditempuh antara lain melakukan profitisasi, restrukturisasi, dan privatisasi. Restrukturisasi BUMN berkenaan dengan tatanan makro, yaitu perihal kebijakan politik BUMN, dan berkenaan dengan tatanan mikro, yaitu tentang strategi penataan ulang korporasi BUMN. Selanjutnya profitisasi adalah peningkatan laba atau profitisasi adalah sebagai langkah lanjut dari restrukturisasi. Sedangkan Privatisasi berkenaan dengan upaya untuk mengurangi peran negara yang berlebihan di sektor bisnis, khususnya dalam rangka menggerakkan dan memberdayakan perekonomian masyarakat.




1.2 Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini penulis tentang membahas tentang :
1.      Landasan BUMN
2.      Visi dan Misi BUMN
3.      Permasalahan di Kementrian BUMN
4.      Daya Saing BUMN
5.      Permasalahan di Kementrian BUMN
6.      Pembinaan dan Pengembangan BUMN


BAB II
PENATAAN BUMN
2.1 Landasan BUMN
        Berdasarkan pasal 33 UUD 1945, perekonomian Indonesia tersusun atas 3 pilar utama yaitu :
1)      Koperasi,
2)      Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dan
3)      Swasta. Yang termasuk pilar “Koperasi” adalah perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sementara yang tergolong sebagai pilar “BUMN” adalah meliputi a) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat orang banyak dikuasai oleh negara, serta b) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun yang tergolong pilar “Swasta” adalah perkonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Perusahaan Negara telah lama dikenal di Indonesia sejak sebelum proklamasi kemerdekaan. Pada masa pemerintahan Belanda terdapat perusahaan Kereta Api, Timah, Pegadaian dan lainnya. Setelah proklamasi kemerdekaan beberapa BUMN di dirikan oleh pemerintah . Pada waktu perjuangan pengembalian Irian Barat pada tahun 1957, pemerintah “menasionalisasi” beberapa perusahaan milik Belanda.
Jumlah perusahaan negara menjadi semakin meningkat karena pada akhir tahun 1950-an Presiden Soekarno, dalam konsep ekonomi terpimpin di mana Perusahaan Negara sebagai sarana utama untuk meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pengertian yang sering digunakan yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan [Pasal 1 Angka 1.
     Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, hanya dikenal 2 bentuk BUMN yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum) [Pasal 9]. Sementara itu BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan [Pasal 2 ayat (1)] :
a.       memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b.      mengejar keuntungan
c.       menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d.      menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e.       turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

2.2 Visi dan Misi BUMN
Berdasarkan Master plan BUMN tahun 2002 -2006 ditegaskan bahwa ada tiga fungsi dari Kementrian Negara BUMN : Pertama, perumusan kebijakan pemerintah di bidang pembinaan BUMN yang meliputi kegiatan pengendalian, peningkatan efisiensi, restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Kedua, pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan, analisis dan evaluasi di bidang pembinaan BUMN. Dan, ketiga, penyampaian laporan hasil, saran dan pertimbangan di bidang tugas serta fungsinya kepada Presiden.
Berkaitan dengan pembinaan BUMN, visi yang dikembangkan adalah menjadikan BUMN sebagai pelaku utama (champion) yang kompetitif di industrinya. Adapun misi BUMN adalah sebagai berikut :
1.      Reformasi BUMN sesuai dengan amanat Konstitusi dan Perundang-Undangan yang berlaku
2.      Memfokuskan restrukturisasi BUMN secara Sektoral & Korporasi (Organisasi, Legal,
a.       Operasional, & Financial)
3.      Mencari synergi antar BUMN dan memperbaiki Private-Public Partnership untuk
b.      meningkatkan nilai
4.      Memaksimalkan nilai perusahaan melalui peningkatan efisiensi & produktifitas BUMN
5.      Peningkatan daya saing BUMN di dalam dan luar negeri
Sebagai suatu organisasi, misi BUMN memang ideal sekali. Namun demikian, di lapangan, beberapa misi tersebut seringkali kurang berjalan selaras. Bahkan di dalam mengantisipasi tantangan pasar global tidak tertutup kemungkinan timbul berbagai kerancuan visi dan persepsi sehingga akhirnya menyulitkan penentuan langkah-langkah strategis BUMN secara efektif dan efisien.
Pada dasarnya BUMN memang rentan lantaran berbagai misi yang diembannya, sehingga wajar jika sering terjadi konflik kepentingan antar stakeholder. Tuntutan pemerintah terhadap keberadaan BUMN sebagai agent of development serta misi lain terkadang mengurangi fokus perhatian BUMN sebagai business entity yang harus mengejar target keuangan. Sebaliknya bisa menjadi peluang terjadinya penyimpangan yang bernuansa KKN. Diharapkan jajaraan manajemen dapat menjabarkan misi tersebut, sehingga tidak akan terjadi perbenturan kepentingan. Walaupun masing-masing BUMN punya permasalahan yang spesifik, akan tetapi pada umumnya jajaran manajemen BUMN memiliki tantangan yang sama, yaitu belum
terpadunya persepsi atau visi masing-masing pimpinan terhadap misi dan sasaran perusahaan.
Dari sudut perencanaan organisasi, seringkali tampak bahwa desain organisasi perusahaan terbentuk dalam struktur yang berlapis-lapis dan cenderung bersifat hirarkis. Dari sisi lain, penyusunan organisasi di BUMN terkesan kurang didasarkan pada hasil analisis tugas serta perilaku organisasi melainkan lebih mengesankan kebijakan sektorat. Akibat dari kondisi di atas adalah semakin kaburnya tugas dan tanggung jawab dari masing masing unit kerja sehingga dapat menimbulkan kesan organisasi perusahaan yang kurang tertib. Sementara itu mengingat bahwa organisasi BUMN pada umumnya heterogen, maka tentunya diperlukan suatu corporate strategy yang transparan sehingga perencanaan dan penyusunan organisasi tidak akan menyimpang dari sasaran perusahaan. Seiiring dengan tuntutan dunia global yang sarat persaingan, maka seluruh jajaran manajemen BUMN semakin dituntut profesional. Untuk menguji profesionalisme dan optimal kinerja jajaran manajemen BUMN secara keseluruhan, maka selain membuat parameter yang jelas dari misi yang diemban BUMN, setidaknya perlu dipertimbangkan, adanya peningkatan professionalisme dan otonomi kepada jajaran manajemen BUMN.
Tentu saja, tidak mudah mengoptimalkan kinerja BUMN, karena diperlukan kesiapan-kesiapan. Untuk itu dirancang reformasi BUMN dengan visi yang di bawa adalah bagaimana membangun BUMN yang berdaya saing dan berkelas global. Pembangunan BUMN merupakan bagian dari pembangunan ekonomi nasional. BUMN Indonesia mengemban misi yang amat strategis dalam pembangunan nasional. Kita dituntut untuk mampu memberikan kontribusi optimal bagi pembangunan perekonomian nasional, diantaranya melalui deviden dan pajak. Konsep strategis BUMN disusun atas dasar program strategis pembangunan ekonomi Pemerintah Indonesia. Sebagaimana dikemukakan Sugiarto (2002) bahwa program strategis Pemerintah Indonesia dipaparkan sebagai berikut :
a)      Di bidang pertanian adalah
(1) Peningkatan produksi beras dua juta ton, dan
(2) Revitalisasi sawit, karet, coklat, dan jagung
b)      Di bidang pertahanan adalah peningkatan industry strategis nasional di bidang pertahanan.
c)      Di bidang energy dan sumber daya mineral adalah
(1) Peningkatan produksi migas
(2) Pembangunan PLTU 10.000 MW, dan
(3) Pengurangan subsidi BBM dengan teknologi dan investasi
d)     Di bidang industry adalah
(1) Peningkatan kinerja industry dalam negeri,
(2) Pembangunan industry listrik skala menengah 2.000 MW/tahun
e)      Di bidang tenaga kerja dan transmigrasi adalah penataan masalah perburuhan yang kondusif melalui system asuransi
f)       Di bidang pekerjaan umum adalah
(1) Pembangunan jalan tol Trans Jawa
(2) Pembangunan jalan-jalan di luar Jawa, dan
(3)Pembangunan prasarana pengairan skala menengah
g)      Di bidang perhubungan adalah penyelesaian pembagunan bandara, pelabuhan, dan jaringan kereta api yang vital
h)      Di bidang kelautan dan perikanan adalah peningkatan produksi perikanan sebesar 20%
i)        Di bidang perumahan rakyat adalah pembangunan rumah susun 1.000 unit tower dalam 5 tahun
j)        Di bidang perdagangan adalah peningkatan ekspor 20% per tahun
k)      Di bidang kebudayaan dan pariwisata adalah peningkatan wisatawan mancanegara menjadi 7 juta per tahun
l)        Di bidang penertiban aparatur Negara adalah Peningkatan peringkat Indonesia dalam  “Doing Bussiness”
m)    Di bidang BUMN adalah
(a) Peningkatan kinerja BUMN dan
(b) Divestasi BUMN kecil dan tidak strategis
n)      Di bidang koperasi dan UMKM adalah Peningkatan kredit perbankan untuk UKM melalui sistem jaminan untuk kredit kecil

2.3 Permasalahan di Kementrian BUMN
Permasalahan di BUMN dewasa ini memang sangat complicated sehingga jajaran manajemen seringkali mengalami “disorientasi permasalahan”. Banyak yang menyoroti permasalahan yang ada di tubuh Kementrian BUMN, yang selama ini menjadi objek perbincangan di seminar. Menneg BUMN diharapkan bisa mencerminkan kriteria sebagai the best CEO for the firm, dan seluruh jajaran manajemen BUMN tentunya juga dituntut hal yang sama. Selain perlu memahami teori ekonomi makro dan mikro, juga harus memiliki pengalaman dan wawasan luas di sektor finansial serta pasar modal sebagai fondasi dalam mengelola operasi perusahaan.
Selama ini, bentuk organisasi Kementerian BUMN telah berubah beberapa kali misalnya dari (Ditjen PBUMN => Kementerian Negara BUMN => Ditjen BUMN => Kementerian Negara BUMN). Perubahan bentuk organisasi ini dilakukan sebagai akibat perubahan dari kebijakan pemerintahan. Dampak dari perubahan bentuk organisasi yang terlalu sering tersebut akan mempengaruhi :
1)      Produktivitas dan kualitas kerja turun karena fokus perhatian lebih kepada perubahan organisasi
2)      Disorientasi visi, misi, & perumusan strategi manajemen BUMN dalam pengembangan BUMN pejabat kementerian maupun
3)      Career planning dan regenerasi SDM terampil terabaikan
4)      Capacity building dalam SDM, Sistim Prosedur dan Peraturan terabaikan.
5)      Demotivasi kerja diseluruh lapisan SDM Kementerian.
6)      Kurangnya perhatian Kementerian terhadap pengembangan dan pengawasan BUMN yang semestinya
        Selain itu permasalahan lainnya yang muncul adalah struktur organisasi dan Sumber Daya Manusia “kurang efektif “mendukung penanganan permasalahan di BUMN dan kurang mampu meningkatkan kinerja. Kemungkinan faktor-faktor penyebab lainnya diantaranya adalah lemahnya leadership dan lemahnya peran pembinaan serta pengawasan mengakibatkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) hanya sekedar semboyan dan mendorong maraknya penyimpangan di BUMN. Permasalahan timbul dimungkinkan karena Kebijakan yang dilakukan cenderung kurang menguntungkan BUMN, contoh :
1)      Privatisasi, lebih diutamakan untuk menutup APBN
2)      Sinergi antar BUMN tidak dilaksanakan, malah terjadi persaingan antar BUMN yang saling merugikan (Kimia Farma Vs Indo Farma, atau persaingan antar BUMN Konstruksi)
3)      Kuatnya intervensi birokrasi dan politisi yang merugikan BUMN
Mencermati permasalahan yang ada, sudah saatnya BUMN dibenahi secara keseluruhan. Beberapa kondisi manajerial dan kinerja BUMN patut dicermati, termasuk kredibilitas dan kapabilitas board of director maupun komisaris di BUMN yang menghadapi tekanan berbagai pihak.

2.4 Daya Saing BUMN
Walaupun masih banyak pihak yang sangsi atas kemampuan BUMN dalam menembus pasar global, pemerintah tampak telah berketetapan untuk mewujudkan manajemen BUMN yang sehat dan profesional. Keberadaan BUMN memang punya daya tarik tersendiri untuk suatu perdebatan. Di satu sisi berbagai pihak suka mencontohkan BUMN sebagai entitas bisnis yang sulit memperoleh laba. Namun tak kurang pula ahli yang mengutarakan added value yang dimiliki BUMN. Tantangan bisnis BUMN menghadapi pasar global , akan diperlukan kesamaan visi dan persepsi
jajaran manajemen BUMN untuk mengubah paradigma yang selama ini menjadi citra organisasi BUMN. Jika selama ini BUMN identik dengan penonjolan comparative advantage yang semata-mata mengandalkan modal dasar yang murah. Maka untuk visi ke depan, perlu paradigma baru yang mengarah pada penekanan competitive advantage melalui pengembangan profesionalisme manajemennya. Sebagai pemegang saham mayoritas, sudah tentu pemerintah memiliki wewenang terhadap gerak langkah BUMN dalam taraf corporate level, namun untuk aspek operasional yang seringkali memerlukan kecermatan dan kecepatan mengambil keputusan seyogianya diberikan “otonomi” atau empowerment pada jajaran manajemen BUMN terkait.
Apabila suatu BUMN telah mendapatkan kepercayaan dan empowerment untuk pengelolaan usahanya, maka langkah pertama yang harus dirumuskan adalah sasaran perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dari perjalanan beberapa BUMN selama ini, tersirat adanya kelemahan dalam menentukan arah dan sasaran perusahaan, sehingga mengakibatkan lemahnya proses perencanaan strategis (strategic planning) di BUMN. Fenomena yang ada menunjukkan bahwa daya saing sebagian BUMN rendah akibat dari beberapa faktor diantaranya :
a)      Fasilitas produksi yang tua dan tidak efisien
b)      sistim manajemen & teknologi yang sederhana dan
c)      overstaffing sumberdaya manusia berkemampuan rendah, namun understaffing sumberdaya manusia yang terampil dengan kompetensi tinggi.
Untuk dapat mengoptimalkan peran dari BUMN agar mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang makin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan profesionalisme antara lain melalui pengurusan dan pengawasannya. Penerapan sistem pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi dan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Hal ini untuk mengatasi masalah agar BUMN dapat dipimpin oleh Direksi yang profesional, kompeten, jujur, dan diangkat karena factor keahlihan di bidangnya dan bukan kepentingan politik atau lobby. Direksi diharapkan dapat memperlakukan BUMN sebagai perusahaan korporasi , yang dapat menguntungkan BUMN .
Jika BUMN ingin memiliki keunggulan kompetitif, sehingga mampu bersaing dengan badan usaha swasta nasional maupun trans-nasional, perlu adanya “pembenahan yang terintegrasi”. Untuk mengatasi masalah keterbatasan pendanaan untuk pengembangan usaha, akibat ketidakmampuan keuangan Pemerintah, khususnya pada BUMN yang bermasalah keuangan, Pemerintah menetapkan PP No.55 tahun 190 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal. Inti peraturan pemerintah ini memberikan otonomi yang luas kepada BUMN yang go public untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan BUMN sebagai pelaku ekonomi yang memberikan perubahan yang mendasar dalam pengelolaan BUMN. Profesionalisme jajaran manajemen BUMN tidak bisa ditawar-tawar lagi. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia agar bisa kompeten (competence) telah menjadi suatu tantangan di dalam mengantisipasi customer satisfaction. Selain competency, diperlukan pula connection yang merupakan kemampuan manajemen melakukan networking. Pembentukan jaringan, kemitraan, atau aliansi, merupakan salah satu strategi manajerial untuk menghadapi persaingan.
Dari segi sistem, sudah saatnya manajemen BUMN melakukan reorientasi proses manajemen sebagaimana diidentifikasikan oleh Rosabeth Moss Kanter (1989) dalam istilah “5F” yaitu membuat usaha menjadi lebih focus (jelas sasarannya), fast moving (gerak cepat), flexible (lincah), friendly (ramah terhadap mitra) dan free (bebas dari pengaruh birokrasi)

2.5 Strategi Reposisi BUMN
Beberapa strategi yang dlakukan dalam rangka mereposisi BUMN diantaranya adalah mengacu pada Francis Gouilart dan James N. Kelly, yang menasihatkan bahwa untuk men-transformasikan organisasi diperlukan empat langkah :
1)      Reframing corporate direction,
2)      Restructuring the company,
3)      Revitalizing the enterprise, dan
4)      Renewing people.
Sementara Tanri Abeng (2003) memperkenalkan skenario untuk melakukan transformasi BUMN,yaitu:
1)      Restrukturisasi (penataan ulang),
2)      Profitisasi (peningkatan laba yang signifikan sebagai langkah lanjut dari restrukturisasi dan
3)      Privatisasi/pelepasan kepemilikan dari negara ke publik.
Skenario ini direspon pada awal program kerja Kementrian BUMN di bawah Kabinet Indonesia Bersatu, dan telah disampaikan dalam “Roadmap BUMN” yang mengagendakan perlunya perubahan di BUMN. Strategi yang digariskan dan sudah menjadi roadmap adalah restrukturisasi, profitisasi, dan privatisasi. Privatisasi adalah resultan dari profitisasi yang optimal.
Peningkatan efisiensi dan efektifitas BUMN telah menjadi fokus perhatian pemerintah sehingga dalam keputusan Menteri Keuangan No. 740/KMK.00/1989 tanggal 28 Juni 1989 disebutkan bahwa peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN dapat dilakukan melalui resrukturisasi.
Secara teoritis restrukturisasi BUMN adalah pembenahan BUMN yang menyangkut struktur, organisasi, aspek hukum, komposisi kepemilikan, aset, dan intern manajemen yang pada dasarnya mempunyai tujuan untuk membentuk BUMN menjadi pelaku ekonomi yang efisien, efektif, produktif, dan dikelola secara profesional bisnis sehingga mampu mendapatkan keuntungan.
        Restrukturisasi berkenaan dengan penataan ulang manajemen dan struktur organisasi. Restrukturisasi BUMN berkenaan dengan tatanan makro, yaitu berkenaan dengan strategi penataan ulang korporasi BUMN.
        Pelaksanaan arah kebijakan restrukturisasi BUMN ditujukan untuk meningkatkan efisiensi usaha dan nilai kompetitif BUMN, baik yang berbentuk Perum, maupun Persero. Restrukturisasi dilakukan dengan memperhatikan dan tetap menjamin:
(1)   Tingkat pelayanan,
(2)   Kemampuan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan,
(3)   Tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Program restrukturisasi BUMN bertujuan untuk meningkatkan keuntungan, kesehatan, dan kualitas pelayanan perusahaan negara. Sasaran program ini adalah meningkatnya efisiensi usaha dan daya saing BUMN serta terwujudnya kemitraan yang kuat antara BUMN dengan usaha-usaha lainnya


2.6 Pembinaan dan Pengembangan BUMN
Kementerian Negara BUMN akan mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka pembinaan dan pengembangan BUMN antara lain :
1.      Penyelesaian proses restrukturisasi BUMN terutama dalam rangka mendorong sinergi dan melakukan konsolidasi BUMN, transformasi bisnis dan kelanjutan rencana regrouping BUMN
2.      Identifikasi aliansi strategis dan pengembangan usaha BUMN yang diutamakan pada BUMN yang berbasis sumber daya alam (resource based)
3.      Penyelarasan secara optimal kebijakan internal dan industrial serta pasar tempat BUMN beroperasi dan mengimplementasikan linkages programme antar-BUMN
4.      Membangun BUMN yang tangguh dan “berdaya saing tinggi” dalam persaingan global melalui kegiatan revitalisasi BUMN;
5.      Konsolidasi per sektor sesuai dengan kajian konsultan yang independen serta memisahkan fungsi komersial dan public service obligation/PSO;
6.      Penyempurnaan sistem pembinaan BUMN yang antara lain meliputi dalam rangka pemberian reward and punishment, penerapan Key Performance Indicators (KPI), penyempurnaan sistem remunerasi yang mengarah kepada market, dan penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan BUMN khususnya untuk BUMN Jasa Keuangan
7.      Peningkatan upaya pemahaman masyarakat dan daerah terhadap keberadaan fungsi dan program BUMN
8.      Peningkatan profitisasi BUMN untuk mendukung peningkatan penerimaan APBN dari BUMN
9.      Pengelolaan database BUMN secara baik melalui sistem informasi manajemen yang terintegrasi
10.  Peningkatan implementasi program Good Corporate Governance (GCG) dan manajemen resiko secara baik di BUMN maupun di Kementerian Negara BUMN
11.  Peningkatan implementasi program PKBL sebagai wujud Corporate Social Responsibility (CSR)


2.7 Kebijakan Privatisasi
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, berdampak terhadap peningkatan semangat otonomi daerah berupa keinginan beberapa Pemerintah Daerah untuk ikut serta dalam pengelolaan, kepemilikan atau bagian pendapatan dari Badan Usaha yang beroperasi di wilayahnya. Menghadapi tuntutan atau aspirasi beberapa Pemerintah Daerah tersebut, Pemerintah selaku Pemegang Saham BUMN pada prinsipnya menerapkan “kebijaksanaan korporasi" yang lazim berlaku yaitu penentuan pengelolaan atau manajemen perusahaan dan pembagian pendapatan hanya dapat dilakukan berdasarkan skema kepemilikan saham. Dengan kata lain, keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk Pemerintah Daerah dalam mengelola Badan Usaha melalui wakil-wakilnya dalam manajemen/Direksi dan pembagian pendapatan atau laba Badan Usaha dimungkinkan apabila pihak- pihak tersebut memiliki sebagian saham pada Badan Usaha yang bersangkutan.
Reformasi Pengelolaan Badan Usaha dimaksudkan untuk merubah paradigma para pengelola Badan Usaha agar berperilaku lebih terbuka, tanggap terhadap perubahan dan menyadari perlunya proses pembelajaran. Strategi reformasi bisnis Badan Usaha dilakukan melalui 4 (empat) kegiatan yaitu :
a)      Reformasi Budaya meliputi penanaman budaya kerja keras, rasa malu, peduli dan memiliki rasa ingin tahu, berkeinginan untuk maju, tidak berperilaku otoriter, memiliki rasa syukur dan keterbukaan dalam pengelolaan Badan Usaha.
b)      Reformasi Manajemen meliputi peningkatan kinerja dengan berbasis pada sistem manajemen modern, penerapan sistem reward and punishment serta peningkatan profesionalisme manajemen.
c)      Reformasi Strategi meliputi peningkatan nilai perusahaan, fokus pada usaha pokok atau core business, peningkatan pendapatan dan market share (untuk unit bisnis driving market) dan cost leadership (untuk unit bisnis market driven).
d)     Reformasi Pengelolaan Usaha meliputi penyederhanaan organisasi dan struktur usaha sejenis, penciptaan struktur organisasi yang flat tetapi efektif atau kaya fungsi dan hemat struktur.
Kebijakan privatisasi diletakkan dalam konteks pemulihan kehidupan ekonomi secara nasional dan upaya menyehatkan perusahaan-perusahaan milik negara. Titik berat kebijakan berkaitan erat dengan upaya mewujudkan good corporate governance pada konteks etika bisnis. Dengan melakukan privatisasi, selain memunculkan perilaku yang sadar biaya, juga menumbuhkan pengawasan publik (public scrutiny), terutama bagi perusahaan yang menjual saham lewat pasar modal.
Pasar modal menempatkan prinsip disclosure dan fairness sebagai persyaratan utama bagi perusahaan publik, sehingga privatisasi melalui pasar modal diharapkan dapat mendorong penyelenggaraan praktik good corporate governance. Sebagai Badan Usaha, BUMN mempunyai stake holder yang lebih banyak dibandingkan Badan Usaha lainnya. Kepentingan dan harapan setiap stakeholder seringkali berbeda-beda bahkan ada yang bertolak belakang. Kondisi semacam ini menyebabkan setiap kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah selaku Pemegang Saham BUMN seringkali tidak efektif, bahkan ditentang oleh stake holder yang lain, misalnya yang menyangkut program privatisasi BUMN. Mengingat privatisasi BUMN merupakan salah satu program penting yang perlu didukung oleh seluruh stakeholder, penyamaan visi dan persepsi tentang privatisasi merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN. Penyamaan visi dan persepsi tersebut akan dicapai melalui pelaksanaan program sosialisasi privatisasi.
Terdapat 5 (lima) kebijakan yang diterapkan pada Badan Usaha yaitu:
1) Peningkatan Shareholder Value
Kebijaksanaan peningkatan nilai perusahaan ditujukan untuk memenuhi keinginan para stakeholder terutama Pemegang Saham. Ada 3 (tiga) ukuran nilai yang digunakan yaitu tingkat pengembalian modal (Return On Capital Employed), Earning Before Tax and Depreciation (EBITDA) dan Deviden. Peningkatan ketiga ukuran nilai tersebut diupayakan melalui peningkatan pendapatan usaha dan atau penurunan biaya melalui cost cutting dan cost reduction.
2) Efektif Manajemen.
Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada manajemen Badan Usaha serta secara bertahap mengurangi campur tangan Pemerintah. Dengan kebijakan tersebut diharapkan manajemen dapat lebih luwes dan aktif dalam mengelola bisnis Badan Usaha serta tidak hanya melaporkan rencana kerja maupun hasil kinerjanya kepada Pemegang Saham saja, namun juga disosialisasikan kepada seluruh unit termasuk karyawan Badan Usaha yang bersangkutan. Dengan kebijakan tersebut diharapkan agar setiap keputusan, baik yang diambil oleh Pemegang Saham maupun manajemen dapat dipahami dan didukung oleh karyawan, sehingga karyawan turut bertanggung jawab terhadap kemajuan perusahaan.
3) Peningkatan Operasi, Pelayanan dan Pendapatan
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada manajemen untuk meningkatkan operasi, pelayanan dan pendapatan (revenue, service and operation enhancement) baik melalui pengembangan strategi lini bisnis yang telah ada maupun diversifikasi usaha dengan cara kerjasama antara sesama Badan Usaha maupun dengan Koperasi/UKM serta pihak swasta. Hal ini dimaksudkan agar manajemen mempunyai fleksibilitas dan kemandirian dalam pengelolaan bisnis perusahaan.
4) Sistem Pengadaan Barang dan Jasa
Sistem pengadaan barang dan jasa (procurement system) oleh Badan Usaha merupakan salah satu proses yang perlu disempurnakan. Kebijakan yang akan diambil adalah menerapkan sistem pengadaan barang dan jasa Badan Usaha melalui e-procurement, sehingga transparansi proses penentuan vendor atau supplier dapat dilakukan secara terbuka sehingga dapat meminimalkan biaya transaksi.
5) Restrukturisasi dan Privatisasi
a) Restrukturisasi
Sebagaimana mandat yang diberikan oleh MPR, pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan Badan Usaha, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. Upaya penyehatan Badan Usaha ini dapat dilaksanakan melalui restrukturisasi agar perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan dan profesional sehingga Badan Usaha-Badan Usaha ini dapat memberikan produk/layanan terbaik dengan harga yang kompetitif kepada konsumen, serta memberikan devidendan pajak kepada negara. Sebelum melaksanakan restrukturisasi, pemerintah akan mempertimbangkan biaya dan manfaat dari restrukturisasi tersebut.
Paradigma pengelolaan BUMN mengalami pergeseran dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan kebutuhan, tuntutan, dan kondisi obyektif pada masing-masing era.Fenomena ini menarik, karena bisa menandai adanya pergeseran cara pandang terhadap keberadaan dan pengelolaan BUMN. Pergeseran paradigma dan reposisi privatisasi BUMN mengacu ke kebijakan yang ada. Di zaman Presiden Soeharto, untuk pertama kalinya BUMN menjalani program privatisasi, atau dijual sebagian sahamnya di pasar modal, yang dimulai dengan divestasi saham Semen Gresik di bursa lokal pada Juli 1991. Di era ini pula tercatat sejarah masuknya BUMN ke pasar modal internasional melalui dual listing, yakni di luar negeri (New York dan London) serta dalam negeri (Jakarta dan Surabaya). Selanjutnya menyusul dua BUMN Telekomunikasi yaitu 1) PT.Indosat (Oktober 1994) dan 2)PT. Telkom (November 1995). Kemudian diikuti perusahaan Antam (Aneka Tambang) go public di Indonesia dan Australia (1997).
Sebagaimana diungkapkan pada Studi A. Tony Prasetiantono (2005) , bahwa penjualan saham Telkom di New York dan London mengalami rintangan yang cukup terjal. Selain karena faktor waktu (timing) yang kurang tepat, juga karena pada tahun itu ada 19 perusahaan Telekomunikasi kelas dunia yang juga menjual sahamnya, termasuk Deutsche Telekom, Telstra dan Telefonica. Di era Presiden Habibie, ketika keuangan negara sedang terganggu, program privatisasi menuai kontroversi hebat tatkala pemerintah menjual 14 persen saham Semen Gresik kepada investor strategis Cemex (Meksiko), pada September 1998. Selanjutnya, kontroversi juga berulang ketika pemerintahan Presiden Megawati menjual 42 persen saham Indosat kepada investor strategis STT (Singapore Technologies Telemedia), pada akhir tahun 2002. Pada periode ini (1998-2003), paradigma privatisasi lebih dimaknai sebagai upaya untuk mendapatkan dana untuk membantu APBN, yang sedang tertekan berat.
Selanjutnya paradigma bergeser. Setelah sempat jeda dari hiruk pikuk privatisasi BUMN di sepanjang tahun 2005, pada tahun 2006 Kantor Menteri Negara BUMN kembali mencantumkan privatisasi sebagai salah satu agendanya. Namun, jika tahun 2005 program privatisasi ditargetkan menghasilkan Rp3,5 triliun untuk membantu penerimaan pemerintah tetapi realisasinya diputuskan menjadi nihil, maka tahun 2006 hanya ditargetkan Rp1 triliun, yang kemudian direvisi lagi menjadi Rp3 triliun. Sebaliknya, target penerimaan negara dari dividen BUMN melonjak luar biasa menjadi Rp 23,2 triliun dari posisi realisasi Rp12,7 triliun pada 2005 (Tempo, 30 Januari 2006). Paradigma badan usaha milik negara (BUMN) mengalami perubahan dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di masa krisis perekonomian, BUMN diarahkan untuk diprivatisasi, atau sahamnya dijual kepada swasta baik dengan strategi IPO (initial public offering) melalui bursa saham maupun strategi private placement kepada investor strategis agar hasilnya dapat membantu pemerintah mengurangi beban defisit anggaran (budget deficit). Paradigma ini pada dasarnya sejalan dengan resep generik yang ditawarkan oleh IMF, Bank Dunia dan para ekonom
Amerika Serikat yang merekomendasikan Washington Consensus (Williamson, 1994). Pelajaran terpenting dari kasus-kasus ini adalah, privatisasi dengan metode strategic partner kepada investor asing amat rawan menyulut resistensi, karena sulitnya menjamin transparansi dalam prosesnya, serta adanya semangat nasionalisme (nationalist sentiment) dari sebagian masyarakat. Sebaliknya, privatisasi melalui metode IPO di bursa efek, nyaris tidak menghadapi resistensi,
.
2.8 Pelaksanaan Privatisasi BUMN
Pada masa lalu, sering terjadi salah paham terhadap privatiasasi yang digambarkan sebagai suatu bentuk penjualan aset bangsa dan negara kepada pihak lain terutama masyarakat asing. Hal ini disebabkan masih belum tersosialisasikannya privatisasi dan seluk beluknya secara luas kepada seluruh masyarakat. Di lain pihak belum adanya peraturan yang secara khusus (selain UU Nomor 19 Tahun 2003) mengatur tentang privatisasi BUMN membuat pelaksanaan privatisasi masih belum memiliki arah yang jelas.
Dengan telah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan, proses privatisasi BUMN telah memiliki standar baku yang harus diterapkan sehingga pelaksanaan privatisasi BUMN diharapkan akan lebih terarah. Pada masa yang akan datang, privatisasi BUMN akan lebih diarahkan pada penerbitan saham baru guna memperkuat struktur permodalan perusahaan sehingga memberikan keleluasaan yang lebih bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha. Kondisi yang terbaik adalah semua pihak yang terlibat dapat memahami proses privatisasi dari tahap awal sampai dengan tahap terakhir. Meskipun langkah-langkah untuk melaksanakan privatisasi telah disusun oleh pemerintah, namun demikian privatisasi bukanlah suatu proses yang sederhana, tetapi merupakan suatu proses yang cukup kompleks.
Untuk privatisasi, ada tiga elemen penting yang harus dicemati. Pertama , timing. Karena timing akan mempengaruhi pricing, sebagi elemen kedua. Ketiga ,adalah target size, atau besaran yang hendak kita capai dalam privatisasi. Initial Public Offering (IPO) adalah upaya untuk mendapatkan best price, dimana tolok ukurnya adalah benhmarking. Pemerintah telah melakukan privatisasi BUMN sejak tahun 1991. Perlu digarisbawahi bahwa kebijakan privatisasi bukan sekedar merupakan pengalihan aset negara kepada swasta semata dan juga tidak sekedar menutup defisit APBN. Akan tetapi, lebih dari itu, privatisasi BUMN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya program reformasi BUMN untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Privatisasi BUMN juga diarahkan sebagai instrumen pemerataan kesejahteraan rakyat melalui kepemilikan saham di BUMN. Mengingat begitu pentingnya peranan privatisasi BUMN, maka kesuksesan program tersebut harus mendapat prioritas utama. Sehubungan dengan itu, kebijakan privatisasi BUMN dilakukan secara hati-hati dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat dan berpegang pada prinsip-prinsip kompetitif, transparan, auditable, dan dilakukan dengan mempertimbangkan size, timing, dan price yang tepat agar diperoleh hasil yang optimal.
Ada beberapa cara yang bisa ditempuh dalam melakukan privatisasi, seperti menawarkan saham ke publik (initial public offering/IPO), penjualan kepada mitra strategis (strategic sale), dan pembelian oleh manajemen dan pegawai (employee management buy out/EMBO). Untuk perusahaan negara yang masih dimiliki 100% sahamnya oleh pemerintah, pelepasan dapat dilakukan de-ngan melepaskan sebagian (1%-49%), menjual sebagian saham beserta kontrol manajemen (1%-49%) dan mayoritas kursi dewan direksi/komisaris, menjual mayoritas tetapi memiliki blocking share (51%-65%), menjual mayoritas (66%-99%) tetapi memiliki golden share, dan menjual seluruhnya (100%).
Tujuan privatisasi jelas yakni memperluas kepemilikan masyarakat atas perusahaan negara, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang kuat, membuat struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan perusahaan yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar. Yang juga perlu diperhatikan dalam pelepasan aset negara adalah strategi divestasi. Strategi divestasi tersebut dilakukan dengan cara, pertama, mapping aset negara yang akan didivestasi dengan memperhatikan filosofi dari penguasaan aset negara. Kedua, menentukan mekanisme dan waktu pelepasan aset sesuai dengan mapping aset dan kebutuhan pemerintah. Ketiga, melakukan restrukturisasi atas aset yang belum siap dijual sebelum didivestasi untuk mendapatkan nilai yang optimal. Di Indonesia, pada dasarnya kegiatan privatisasi menyangkut dua hal : divestasi dan non divestasi. Privatisasi dalam bentuk divestasi ditandai dengan pemindahtanganan pemilikan pemerintah sebagian atau keseluruhan, kepada swasta. Aplikasinya dapat dilakukan dengan go publik melalui pasar modal atau private placement dengan menempatkan secara langsung saham BUMN kepada strategic investor atau perusahaan swasta lainnya.
Sementara privatisasi yang lain adalah non divestasi, dimana pada dasarnya tidak disertai dengan pengalihan aset atau saham pemerintah kepada swasta tetapi lebih merupakan suatu pembenahan internal organization, baik melalui pembenahan langsung manajemen BUMN yang bersangkutan atau melalui pembenahan lingkungan kerja BUMN. Privatisasi bentuk ini sering disebut dengan privatisasi manajemen atau korporatisasi (Ruru B, 1998).



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jumlah perusahaan negara menjadi semakin meningkat karena pada akhir tahun 1950-an Presiden Soekarno, dalam konsep ekonomi terpimpin di mana Perusahaan Negara sebagai sarana utama untuk meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pengertian yang sering digunakan yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan [Pasal 1 Angka 1.
Berdasarkan Master plan BUMN tahun 2002 -2006 ditegaskan bahwa ada tiga fungsi dari Kementrian Negara BUMN : Pertama, perumusan kebijakan pemerintah di bidang pembinaan BUMN yang meliputi kegiatan pengendalian, peningkatan efisiensi, restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Kedua, pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan, analisis dan evaluasi di bidang pembinaan BUMN. Dan, ketiga, penyampaian laporan hasil, saran dan pertimbangan di bidang tugas serta fungsinya kepada Presiden.
Permasalahan di BUMN dewasa ini memang sangat complicated sehingga jajaran manajemen seringkali mengalami “disorientasi permasalahan”. Banyak yang menyoroti permasalahan yang ada di tubuh Kementrian BUMN, yang selama ini menjadi objek perbincangan di seminar. Menneg BUMN diharapkan bisa mencerminkan kriteria sebagai the best CEO for the firm, dan seluruh jajaran manajemen BUMN tentunya juga dituntut hal yang sama. Selain perlu memahami teori ekonomi makro dan mikro, juga harus memiliki pengalaman dan wawasan luas di sektor finansial serta pasar modal sebagai fondasi dalam mengelola operasi perusahaan.
Walaupun masih banyak pihak yang sangsi atas kemampuan BUMN dalam menembus pasar global, pemerintah tampak telah berketetapan untuk mewujudkan manajemen BUMN yang sehat dan profesional. Keberadaan BUMN memang punya daya tarik tersendiri untuk suatu perdebatan. Di satu sisi berbagai pihak suka mencontohkan BUMN sebagai entitas bisnis yang sulit memperoleh laba. Namun tak kurang pula ahli yang mengutarakan added value yang dimiliki BUMN
Beberapa strategi yang dlakukan dalam rangka mereposisi BUMN diantaranya adalah mengacu pada Francis Gouilart dan James N. Kelly, yang menasihatkan bahwa untuk men-transformasikan organisasi diperlukan empat langkah :
5)      Reframing corporate direction,
6)      Restructuring the company,
7)      Revitalizing the enterprise, dan
8)      Renewing people.
Kementerian Negara BUMN akan mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka pembinaan dan pengembangan BUMN antara lain :
12.  Penyelesaian proses restrukturisasi BUMN terutama dalam rangka mendorong sinergi dan melakukan konsolidasi BUMN, transformasi bisnis dan kelanjutan rencana regrouping BUMN
13.  Identifikasi aliansi strategis dan pengembangan usaha BUMN yang diutamakan pada BUMN yang berbasis sumber daya alam (resource based)
14.  Penyelarasan secara optimal kebijakan internal dan industrial serta pasar tempat BUMN beroperasi dan mengimplementasikan linkages programme antar-BUMN
15.  Membangun BUMN yang tangguh dan “berdaya saing tinggi” dalam persaingan global melalui kegiatan revitalisasi BUMN;
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, berdampak terhadap peningkatan semangat otonomi daerah berupa keinginan beberapa Pemerintah Daerah untuk ikut serta dalam pengelolaan, kepemilikan atau bagian pendapatan dari Badan Usaha yang beroperasi di wilayahnya. Menghadapi tuntutan atau aspirasi beberapa Pemerintah Daerah tersebut, Pemerintah selaku Pemegang Saham BUMN pada prinsipnya menerapkan “kebijaksanaan korporasi" yang lazim berlaku yaitu penentuan pengelolaan atau manajemen perusahaan dan pembagian pendapatan hanya dapat dilakukan berdasarkan skema kepemilikan saham.


DAFTAR PUSTAKA
Abeng, T. 2003. “Badan Usaha Milik Negara: Privatisasi, Tantangan dan Harapan.Blogspot.com//html (Pukul :1.54 WIB)