Tuesday 26 August 2014

MAKALAH KEMPEMIMPINAN

Hidup Adalah Pilihan
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin telah menjalankan tugasnya memanej organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan menjadi baik pula. Bagitu pulan halnya dengan kepemimpinan kepala sekolah, ia merupakan faktor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya yang direalisasikan dengan MPMBS. Kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MPMBS sebagai paradigma baru pendidikan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja kepala sekolah dalam kaitannya dengan MPMBS adalah segala upaya yang dilakuakan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasikan MPMBS disekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Melihat penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan relation yang baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di sekolah.
Dalam Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengetian kepemimpinan?
2.      Bagaimana konsep kepemimpinan kepala sekolah?
3.      Bagaimana teori kepemimpinan kepala sekolah dalam perspektif al-Qur’an?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepemimpinan
Mengenai definisi kepemimpinan, banyak perbedaan pendapat mengenai definisinya. Hal ini disebabkan berbedanya sudut pendang dari masing-masing peneliti, mereka mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Jacobs & Jacques mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. Sedangkan menurut Tannenbaum, Weschler & Massarik kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau bebrapa tujuan tertentu.  Dari pengertian di atas ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Disamping itu jika melihat rumus kepemimpinan yang diajukan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, maka hubungan natara pemimpin dan yang dipimpin tidak harus selalu berada dalam hubungan yang hirarkis.

B.     Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persaratan kepamimpinan itu harus selalu di kaitkan dengan tiga hal pokok yaitu,
a.         Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b.        Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, shingga orang mampu “mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pimpinan dan bersedia melakukakan perbuatan-perbuatan tertentu.
c.         Kemampuan ialah segala daya, kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

C.    Sifat-sifat Pemimpin dalam Al-Qur’an
Setelah membahas prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Al-Qur’an secara global, maka selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci sifat dan tugas pemimpin. Agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sukses, seorang pemimpin harus memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah:
  1. Islam. Islam di sini tentu saja bukan sekedar Islam KTP, namum Muslim yang benar-benar memahami dan menjalankan ajaran agamanya. Allah melarang hamba-Nya untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.

لايتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين، ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيئ إلا أن تتقوا منهم تقاة، ويحذركم الله نفسه، وإلى الله المصير (ال عمران: 28)
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).

  1. Ketaqwaan. Dengan ketaqwaan ini akan menjauhkan dari pelanggaran Allah berfirman:

.......وتزودوا فإن خير الزاد التقوى، واتقون يا أولى الألباب (البقرة: 197)

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.

  1. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaannya. Semakin besar kemampuan dan pengetahuannya terhadap urusan perusahaan, pengaruhnya akan semakin kuat. Allah telah memberikan perumpamaan,
تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير(الملك: 1)
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
  1. Mempunyai keistimewaan lebih dibanding dengan orang lain. Hal ini dijelaskan dalam kisah pengangkatan raja Thalut.
وقال لهم نبيهم إن الله قد بعث لكم طالوت ملكا، قالوا أنى يكون له الملك علينا ونحن أحق بالملك منه ولم يؤت سعة من الماال، قال إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم، والله يؤتي ملكه من يشاء والله واسع عليم (البقرة: 247)
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
  1. Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.
    وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم، فيضل الله من يشاء ويهدي من يشاء، وهو العزيز الحكيم (إبراهيم: 4)
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.


Selain itu, kebiasaan dan bahasanya juga harus jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain, sebagaimana Musa a.s. memohon kepada Allah
واحلل عقدة من لساني (طه: 27)
Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, 28. supaya mereka mengerti perkataanku.

  1. Mempunyai karisma dan wibawa dihadapan manusia sebagaimana perkataan kaum
Nabi Syu’aib a.s.
قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا، ولو لا رهطك يرجمناك، وما أنت علينا بعزيز (هود: 91)
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami."
  1. Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu. Demikianlah yang diperintahkan Allah kepada Nabi Daud a.s. ketika dia diangkat menjadi khalifah di muka bumi,
يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ، إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد العقاب (ص: 26)
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
  1. Bermuamalah dengan (lembut dan kasih sayang, agar orang lain simpatik kepadanya. Kasih sayang adalah salah satu sifat Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah berikut ini,
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظّا غليظ القلب لانفضوا من حولك، (ال عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.,
  1. Menyukai suasana saling memaafkan antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segara terlepas dari kesalahan. Allah memerintah Rasulullah saw.,
....... فاعف عنهم واستغفر لهم .......(ال عمران: 159)
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka

  1. Bermusyawarah dengan para pengikutnya serta mintalah pendapat dan pengalaman mereka, seperti firman Allah berikut ini,
........ وشاورهم في الأمر........ (ال عمران: 159)
  1. Menertibakan semua urusan dan memebulatkan tekad untuk kemudian bertawakal (menyerahkan urusan) kepada Allah. Firman Allah,
......... فإذا عزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159)
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

  1.  Membangun kesadaran akan adanya muraqabah (pengawasan dari Allah) hingga terbina sikap ikhlas di manapun, walaupun tidak ada yang mengawasinya kecuali Allah. Allah berfirman,
الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة (الحج: 41)

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang.
  1. Memberikan takafuul ijtima’ santunan sosial kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak.
…..أقاموا الصلاة وأتوا الزكاة……. (الحج: 41)
…….niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat.
  1. Mempunyai power ‘pengaruh’ yang dapat memerintah dan mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan control ‘pengawasan’ atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.
…..وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر، ولله عاقبة الأمور……. (الحج: 41)
……..menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
  1. Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan.
وإذا تولى سعى في الأرض ليفسد فيها ويهلك الحرث والنسل، والله لا يحب الفساد (البقرة: 205)
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan
  1. Mau mendengarkan nasihat dan tidak sombong karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh. Oleh karena itu Allah telah mengancam orang yang sombong dengan berfirman,
وإذا قيل له اتق الله أخذته العزة بالإثم، فحسبه جهنم، ولبئس المهاد (البقرة: 206)
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.

D.    Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

·         Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.

o Kecerdasan
o Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
o Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
o Sikap Hubungan Kemanusiaan

Ø Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
o Pertama yang disebut dengan Konsiderasi
o Kedua disebut Struktur Inisiasi.
Ø Teori Kewibawaan Pemimpin
Ø Teori Kepemimpinan Situasi
Ø Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

E.     Kepemimpinan Yang Melayani
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.

·         Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.

F.     Perilaku Kepemimpinan
·         Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :

·         Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
·         Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
·         Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).

Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepemimpinan di Indonesia di tengah situasi yang masih serba terbelakang dan miskin prestasi,membuat Indonesia harus mampu untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, karena sulitnya Indonesia  mencari pemimpin yang ideal, sehingga Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia sekarang lebih banyak sebagai pemimpin transaksional saja, dimana jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan upaya-upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi langit agar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu (money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut terpilih ternyata sangat banyak janji ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.



DAFTAR PUSTAKA

Garry, Yukl. Kepemimpinan dalam organisasi, , terj. Jusuf udaya,                                     Prehalindo, Jakarta,1994.

Kartini Kartono. Dr. Pemimpin Dan Kepemimpinan, Jakarta, PT. Raja                              Grafindo Persada, 1998.

YW. Sunindhia, SH, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, Jakarta,                        PT. Rineka Cipta, 1993.

Winardi. Dr. SE, Asas-Asas Manajemen, Bandung, Alumni, 1979.

Soeharto Rujiatmojo Drs. Ikhtisar Kepemimpinan Dalam Administrasi                                Negara Di Indonesia, 1984, Jakarta.

Karjadi. M. Kepemimpinan ( Leadership ), Bogor, 1987. Tim Dosen                                    Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,                                  Manajemen Pendidikan, 2008, Alfabeta, Bandung.

Deviton JA. The Interpersonal Communication Book, 7th Ed., Hunter                                College of The

City University of New York, 1995.

� '%, j x�� p- san ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan yang begitu keras dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai kehadiran filsafat ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka mengatakan filsafat sangat bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya adalah sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan karena pengetahuan tentang kebenaran itu meliputi juga pengetahuan tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk mencari kebenaran dengan alasan bahwa pencarian seperti itu adalah kafir, maka sesungguhnya yang mengatakan kafir tersebutlah yang sebenarnya kafir.
Di antara filsuf muslim yang paling peduli untuk menjawab perihal hubungan filsafat dengan agama ini adalah Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah karya khusus untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan antara filsafat dan agama. Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama sesungguhnya tidak ada pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru mewajibkan pemeluknya untuk belajar filsafat.
Jika filsafat mempelajari secara kritis tentang segala wujud yang ada dan merenungkannya sebagai petunjuk ‘dalil’ adanya sang pencipta dari satu sisi dan syari’ah pada sisi yang lain telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud yang ada, maka sesungguhnya antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang dianjurkan oleh syari’ah telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa mempelajari filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari’ah.
Penekanan al’quran di dalam surat 59 ayat 2 yang berbunyi : “Fa’tabiru ya uli al abshar” (Renungkanlah olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi)) sesungguhya lebih kepada penekanan pentingnya untuk menggunakan akal, atau gabungan antara penalaran intelektual (filsafat) dan penalaran hukum (syari’at).
Demikian juga surat 185 ayat 7 yang mengatakan :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”
Juga adalah ayat yang menganjurkan supaya manusia menggunakan akal dan penalarannya untuk mempelajari totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari’at telah mewajibkan kepada kita untuk menggali pengetahuan tentang alam semesta ini dengan penalaran. Namun demikian, untuk bisa melakukan penalaran yang benar maka disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode atau cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa melakukan pembuktian yang demonstratif.
Ibn Rusyd kemudian membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat untuk berfilsafat dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk mempelajari katagori-kategori hukum yang termuat dalam ushul al-fiqh.
Ibn Rusyd menyatakan jika para fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan tentang penalaran hukum dari ayat “fa’tabiru ya uli al abshar”, maka alangkah lebih pantas jika ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya untuk mempelajari pengetahuan rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang ingin mengetahui Tuhan dan ciptaan-Nya.
Bagi mereka yang tetap ngotot mengatakan bahwa belajar filsafat tersebut adalah bid’ah, Ibn Rusyd mengatakan, “anggaplah filsafat itu bid’ah karena tidak terdapat dikalangan orang-orang Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa tidak berlaku juga bagi studi penalaran hukum (ushul al-fiqh) yang tercipta juga setelah periode salaf.
Bagaimana mungkin jika yang satu dikatakan tidak bid’ah tetapi yang lainnya dikatakan bid’ah padahal keduanya membicarakan penalaran hukum dan penalaran rasional yang sama-sama diciptakan setelah periode salaf.
B. Saran
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu, Rasulullah shallllahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, ” Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)
Menuntut ilmu adalah amalan sholeh yang paling afdhal dan termasuk amalan jihad fisabilillah karena tegaknya agama Allah adalah dengan dua perkara:
1. Ilmu
2. Senjata dan peperangan
Dua perkara ini haruslah ada, tidak mungkin Agama Allah akan menang kecuali dengan dua perkara ini.
Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan berfikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berfikir, untuk hidup yang sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.











DAFTAR PUSTAKA
Artikel: Filsafat. http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat. diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel: Agama. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama. diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel. Keutamaan Menuntut Ilmu. http://kajiansunnah.wordpress.com/ diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel. Agama dan Filsafat. http://parapemikir.com/agama-dan-filsafat.html diakses tanggal 26 Desember 2009
Koncara, Eka L. 2008. Karya Tulis: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Purwakarta: STAI Dr. KHEZ Muttaqien.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani.
Tim Penyusun P3B. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. DEPDIKBUD: Balai Pustaka.
Rahmat, Jalaludin. 2004. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.
� N+i y p- �6 ent:36.0pt;background:white'>Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan syarat Jual beli

a.       Adanya orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh, berakal, saling ridlo antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual beli
b.      Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan dating
c.       Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan, barang milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli
d.      Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli dilakukan dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yanh diharamkan syara’.
Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Jenis Riba
a.       Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan
b.      Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami
c.       Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
d.      Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan





DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif
As’ad, aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar, Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus

























No comments:

Post a Comment