Tuesday 26 August 2014

MAKALAH JUAL BELI DAN RIBA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut syariat Islam.
B.     Perumusan Masalah
·         Apa saja yang menjadi suatu proses dalam kegiatan bermuamalah yakni jual beli dalam pandangan islam yang telah merujuk kepada Al-qur’an & Hadits.
·         Membahas bagaimana aturan yang berlaku supaya kegiatan jual beli (akad jualbeli) dapat dikatakan sah menurut syariat islam.
·         Hukum jual beli dan kaitannya dengan riba, karena jual beli dapat menjadi hal yang tidak halal lagi atau ada unsur riba di dalamnya.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (menukarkan). Dan kata Al-Bai’ (jual) dan Asy-Syiraa (beli), dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang sau sama lain bertolak belakang.
Menurut pengertian syariat, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (agar tebedakan dengan jual beli terlarang). Sedangkan dalam buku ‘Fiqih Islam’ pada bab Kitab Muamalat, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).
Orang yang terjun ke dunia usaha,berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Hal ini dimaksudkan agar muamalat berjalan sah dan segala sikap atau tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului oleh penghalalan jual beli. Jual beli adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi manusia. Kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual beli. Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada pembeli. Dari konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas ekonomi yang kemudian berkembang menjadi suatu sistem perekonomian.
B.     Rukun dan syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a.      Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya
Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya. Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
b.      Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya menjualmobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar terlebih dulu.
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata. Contohnya, aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan.
c.       Benda yang diperjualbelikan
1)        Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi sarat sebagai berikut.
2)        Suci atau bersih dan halal barangnya
3)        Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
4)        Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang lain
5)        Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
6)        Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)
7)        Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa Barang itu dapat diserah terimakan.

C.    Bentuk-Bentuk Jual Beli
a.       Bai’ mulasamah secara etimologi kata mulamasah berasal dari kata l-m-s, artinya menyentuh atau memegang. Bai’ Mulamasah adalah satu bentuk akad jualbeli, dimana barang yang dipegang oleh pihak pembeli itulah yang menjadi barang yang dijual. Jualbeli seperti ini berlangsung tanpa keridhaan salah satu pihak yang berakad.
b.      Bai’ al wafa’ adalah Suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan kepada pembeli: saya jual barang ini dengan hutang darimu yang kau berikan padaku dengan kesepakatan jika saya telah melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali jadi milikku lagi. ( Al Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69 )
c.       Bai’ tauliyah yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
d.      Bai’ almurabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
D.    Macam-macam Jual beli Menurut Cara Pembayaran
Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam :
1.      Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).
2.      Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah)
3.      Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
4.      Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda
E.     Hal-Hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli
            Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1.                             Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya (seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelum ini).
2.                             Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).
3.                             Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
F.     Manfaat Dan Hikmah Jual Beli Antara Lain:
1.      Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
2.      Masing-masing pihak merasa puas,penjual melepas barang dengan ikhlas dan menerima uang,sedangkan pembeli menerima barang dan memberfikan uang.
3.      Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram
4.      Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT
5.      Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
v  Banyak manfaat dan hikmah jual beli antara lain:
1.      Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
2.      Masing-masing pihak merasa puas,penjual melepas barang dengan ikhlas dan menerima uang,sedangkan pembeli menerima barang dan memberfikan uang.
3.      Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram
4.      Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT
5.      Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

G.    Perilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum jual beli dengan adanya praktek jual beli, maka akan menimbulkan sikap antara lain sebagai berikut:
1.          Menumbuhkan dan membina ketentraman jiwa dan kebahagiaan sebab dengan memperoleh keuntungan atau laba maka akan terpenuhi hayat hidup sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan
2.          Dengan memperoleh keuntungan maka nafkah untuk keluarga akan terpenuhi yang merupakan suatu tanggung jawab yang harus di laksanakan
3.          Mencegah atau menolak kemungkaran dengan adanya usaha seperti berdagang berarti mengkondisikan kehidupan sosial yang lebih sejahtera, sehingga penyakit yang ada pada masyarakat dapat berkurang seperti kasus pencurian, perampokan atau bahkan korupsi
4.          Sebagai sarana ibadah, dengan memperoleh keuntungan maka seseorang muslim di anjurkan untuk berinfak, shodaqoh atau zakat
5.          Jual beli dapat pula dijadikan suatu profesi sehingga dapat menghilangkan sifat yang tidak baik misalnya malas bekerja dan tidak peuli pada sesame
H.    Riba
1.          Arti Riba
Riba menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur etimologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagis salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi Misalnya, Si A memberi pinjaman kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman dan sekian persen tambahnya.
2.        Dasar Hukum Keharaman Riba
Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;
Artinya.
“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqoroh / 2:275)
Riba hanyalah berlaku pada benda – benda seperti emas, perak, makanan dan uang. Karena itu tidak diperbolehkan menjual emas dengan emas, perak dengan perak, kecuali jika harganya sebanding dan dilakukan dengan kontan. Tidak diperbolehkan menjual sesuatu barang, dimana barang tersebut belum berada ditangannya (misal A membeli barang tersebut kepada si B) Tidak diperbolehkan pula menjual daging dengan binatang yang masih hidup.
3. Macam – Macam Riba
Menurut para ulama, riba ada empat macam
a.                   Riba Fadli, yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan seperempat gram emas dengan kadar yang sama.
b.                  Riba Qardhi, yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah)Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba.
c.                   Riba Nasi’ah, ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan.
d.                  Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.
4. Bahaya Riba
Bahaya Riba dan orang yang terlibat didalamnya:
Adapun bahaya Riba yang pertama dapat membawa kemudharatan pada orang yang berkecimpung didalamnya. Karena di dalam riba lebih banyak kemudharatan dari pada kemudahan, dan Riba merupakan perbuatan yang zalim hal ini berdasarkan firman Allah surat An-Nisa’ ayat 160.
            Kemudian berdasarkan firman Allah surat Ar-Rum ayat 39, segala sesuatu yang dihasilkan oleh Riba, maka hal tersebut tidak akan diberkati oleh Allah. Sesungguhnya harta Riba itu berkurang di mata Allah walaupun bertambah secara lahir. Dan menurut ayat yang sama sedekah dan infak adalah salah satu jalan yang diberkati oleh Allah untuk menginfestasikan harta, sehingga harta itu bertambah disisi Allah.
            Selain itu orang yang berkecimpung didalam Riba akan mengalami kegelisahan yang sangat amat berat (seperti orang yang kemasukan setan), karena mereka selalu berfikir dan teringat akan hutang-hutang yang melilit mereka. Hal ini sejalan dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 275.
            Dan orang yang berkecimpung didalam Riba akan kehilangan harta, karena mereka menginfestasikan harta di tempat yang salah dan dengan cara yang salah.
5. Dalil-Dalil Tentang Riba
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari Al qur’an, Assunah dan Ijma’ ulama’
1. Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
2. Dalam surat An-Nisaa, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari As-Sunnah
1. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “
2. Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul bari/V:4/H:394/bab:24)
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan syarat Jual beli
a.       Adanya orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh, berakal, saling ridlo antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual beli
b.      Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan dating
c.       Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan, barang milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli
d.      Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli dilakukan dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yanh diharamkan syara’.
Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Jenis Riba
a.       Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan
b.      Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami
c.       Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
d.      Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan





DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif
As’ad, aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar, Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus
























No comments:

Post a Comment