Monday 7 September 2015

JALAN BATOK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia anak adalah dunia bermain. Bagi anak-anak kegiatan bermain selalu menyenangkan. Melalui kegiatan bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual,emosi dan sosial. Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain. Perkembangan intelektual bisa dilihat dari kemampuannya menggunakan atau memanfaatkan lingkungannya. Perkembangan emosi dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak senang, marah, menang dan kalah. Perkembangan sosial bisa dilihat dari hubungannya dengan teman sebaya, menolong dan memperhatikan kepentingan orang lain. Jadi dengan begitu bermain dan belajar tidak dapat dipisahkan. Cara terbaik bagi anak usia dini untuk belajar adalah melalui kegiatan yang dilakukannya secara alami, yaitu bermain. Mayesty (dalam Sujiono, 2009:134) menyatakan bahwa bagi seorang anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Sehingga diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan (Chugani, 2009:8-13). Dalam tahap ini, anak akan menjadi peka atau mudah terstimulasi oleh aspek-aspek yang berada di lingkungannya. Pernyataan Chugani didukung oleh banyak pihak, salah satu diantaranya adalah Anderson. Dalam bukunya yang berjudul “Langkah Pertama Membuat Siswa Berkonsentrasi”, Anderson (2008:253) mengatakan bahwa sebuah permainan harus melibatkan seorang anak seketika, tidak hanya dengan mengeluarkan suara atau sinar yang tidak relevan, tetapi dengan meminta si anak untuk mencobanya, mengeksplorasi, menguji, dan memodifikasi mainannya tersebut. Namun kita sebagai orang dewasa tidak menyadari betul arti sebuah permainan bagi anak-anak. Padahal kemampuan belajar seorang manusia, terutama anak-anak akan tergali maksimal saat dia bermain atau melakukan sesuatu yang menyenangkan baginya. Karena di saat itulah mereka mengalami kemajuan yang signifikan dalam hidupnya. Oleh sebab itu, perlu kiranya kita sebagai orangtua atau calon guru PAUD mengontrol apa yang anak mainkan, apa yang anak sukai, dan apa yang anak butuhkan. Banyak permainan yang tidak mendidik, bahkan membawa dampak negatif pada anak. Oleh sebab itu, dirasa sangat perlu untuk dapat memberikan suatu permainan yang disukai anak-anak dan membawa dampak positif bagi mereka.Karena bagi anak-anak, bermain adalah pengalaman mereka yang harus dilalui. Melalui permainan sebenarnya mereka sedang menciptakan pengalaman, yang tidak perlu harus merepotkan dengan melarangnya untuk tidak bermain ini atau bermain itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI
Pada hakikatnya semua anak suka bermain, mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik sendiri, dengan teman sebayanya, maupun dengan orang yang lebih dewasa dari sinilah pakar pendidikan mengungkapkan beberapa teori bermain bagi anak-anak. Adapun pembagian dari teori ini ada 2 yaitu:
1.        Teori Bermain Klasik Teori klasik menerangkan ada empat alasan mengapa anak suka bermain dengan dasar sebagai berikut:
·         Kelebihan Energi Teori ini antara lain didukung oleh filsuf, Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, anak akan kelebihan energi yang selanjutnya digunakan untuk bermain. Dan kelebihan energi itu terjadi karena manusia melalui evolusinya mencapai suatu tingkatan yang tidak terlalu membutuhkan banyak energi untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, maka kelebihan energi harus disalurkan melalui cara yang sesuai, dalam hal ini permainan merupakan cara yang sebaik-baiknya.
·         Rekreasi dan relaksasi Teori ini menyatakan bahwa bermain dimaksudkan untuk menyegarkan tubuh kembali. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan pekerjaan anak-anak menjadi lebih dan kurang bersemangat. Hal ini senada dengan teori Lazarus yang disebut teori istirahat. Anak bermain agar tenaganya pulih kembali.
·         Teori Kebudayaan Teori ini menyatakan bahwa bermain merupakan hasil dari kebudayaan masing-masing daerah.
·         Teori Fungsi Bermain dimaksudkan untuk mengembangkan fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorng individu
·         Teori Bekerja-Bermain Memperkenalkan sebuah masa “bekerja” dengan permainan.
·         Teori Pertumbuhan dan Perkembangan
2.        Teori Bermain Modern
Teori ini memandang bermain sebagai bagian dari perkembangan anak, baik kognitif, emosional maupun sosial anak. Adapun dalam teori ini terbagi atas tiga bagian, yaitu:
·         Teori psikoanalisis Teori ini menerangkan bahwa bermain merupakan alat pelepas emosi (Freud, 1958). Bermain juga mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan sosial (Erikson, 1963). Bermain juga memungkinkan anak untuk mengekspresikan perasaannya secara leluasa, tanpa tekanan batin.
·         Teori perkembangan kognitif Teori ini menerangkan bahwa bermain merupakan bagian dari perkembangan kognitif anak (Bruner, 1972; Piaget, 1962; Sutton- Smith, 1986). Menurut Bruner dan Sutton Smith bermain merupakan proses berpikir secara fleksibel dan proses pemecahan masalah.
Piaget (1962) menyatakan bahwa permainan dengan objek yang ada dilingkungannya merupakan cara belajar. Berinteraksi dengan obyek dan orang, memahami tentang obyek, orang dan situasi tersebut.
3.        Teori Belajar Sosial
Teori ini menerangkan bahwa bermain merupakan alat untuk sosialisasi. Dengan bermain bersama anak lain, anak akan mengembangkan kemampuan memahami perasaan, ide dan kebutuhan orang lain yang merupakan dasar dari kemampuan sosial. Piaget juga menemukan bahwa bermain dimulai dari bermain sendiri sampai bermain secara kooperatif yang menunjukkan adanya perkembangan sosial anak.

B. Permainan Egrang Bathok Kelapa
1.                  Teori Bermain Egrang Bathok Kelapa
Pada dasarnya semua anak suka bermain, mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik sendiri ataupun dengan teman sebayanya maupun dengan orang yang lebih dewasa. Dari sinilah permainan egrang bathok kelapa dapat di klasifikasikan mengandung teori sebagi berikut :
1.      Teori kelebihan energi Teori ini antara lain didukung oleh filsuf Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, anak akan kelebihan energi yang selanjutnya digunakan untuk bermain. Seperti pada permainan egrang bathok kelapa ini, anak membutuhkan sangat banyak energi, karena dalam permainan ini anak melompat-lompat yang secara tidak langsung menggerakkan seluruh tubuhnya.
2.                  Teori rekreasi dan relaksasi Teori ini menyakan bahwa bermain dimaksudkan untuk menyegarkan tubuh kembali. Teori ini dikemukakan oleh Lazarus. Karena dengan bermain bersama dengan temannya tenaga anak akan pulih kembali, karena ada rasa senang dan gembira.
3.      Teori kebudayaan Teori ini menyatakan bahwa bermain merupakan hasil dari kebudayaan masing-masing daerah. Permainan yang berasal dari provinsi Sulawesi Selatan ini, biasanya dimainkan oleh suku Bugis. Bagi suku Bugis sendiri permainan ini dikenal dengan nama Majjeka, yang berasal dari kata jeka yang artinya jalan.
4.                  Teori pertumbuhan dan perkembangan Mengembangkan kemandirian anak, yang paling baik dicapai melalui bermain, adalah cara terbaik bagi anak-anak untuk belajar dan peran orang dewasa dan pendidik awal untuk membimbing anak-anak bermain.
5.                  Teori belajar sosial Teori ini menerangkan bahwa bermain merupakan alat bersosialisasi. Dengan bermain bersama anak lain, anak akan mengembangkan kemampuan memahami perasaan, ide, dan kebutuhan orang lain yang merupakan dasar dari kemampuan sosial. Piaget juga menemukan bahwa bermain dimulai dari diri bermain sendiri sampai bermain secara kooperatif yang menujukkan adanya perkembangan sosial anak.

2. Asal – usul Permainan Egrang Bathok Kelapa
Selain mengenal egrang dari bambu, anak-anak masyarakat masa lalu juga mengenal egrang bathok. Egrang jenis terakhir ini dibuat dari bahan dasar tempurung kelapa yang dipadu dengan tali plastik atau dadung. Fungsi utama sama, seperti alat dolanan lain, yakni diciptakan dan dibuat untuk bermain bagi dunia anak. Permainannya pun cukup mudah, kaki tinggal diletakkan ke atas masing-masing tempurung, kemudian kaki satu diangkat, sementara kaki lainnya tetap bertumpu pada batok lain di tanah seperti layaknya berjalan. Anak-anak sekarang memang tidak harus memainkan kembali permainan-permainan tradisional, termasuk dolanan egrang bathok. Namun paling tidak generasi tua saat ini bisa mengenalkan kepada generasi muda sekarang. Tentu dengan harapan agar generasi muda sekarang bisa mengenal sejarah kebudayaan nenek moyangnya, termasuk dalam lingkup permainan tradisional dan akhirnya bisa menghargai karya dan identitas bangsanya sendiri walaupun teknologi yang diterapkan kala itu sangat sederhana.

3. Alat Permainan Egrang Bathok Kelapa
Permainan tradisional yang menggunakan alat seperti permainan egrang bathok ini, pada umumnya bahan dasarnya banyak diperoleh di sekitar lingkungan anak. Bathok dalam bahasa Indonesia disebut tempurung. Tempurung yang dipakai biasanya berasal dari buah kelapa tua yang telah dibersihkan dari sabutnya. Kemudian tempurung itu dibelah menjadi dua bagian. Isi kelapa dikeluarkan dari tempurung. Tempurung yang terbelah menjadi dua bagian ini kemudian dihaluskan bagian luarnya agar kaki yang berpijak di atasnya bisa merasa nyaman. Masing-masing belahan tempurung kemudian diberi lubang di bagian tengah. Masing-masing lubang tempurung dimasuki tali sepanjang sekitar 1,5 - 2 meter dan diberi pengait. Tali yang digunakan biasanya tali lembut dan kuat, bisa berupa tali plastik atau dadung yang terbuat dari untaian serat. Jadilah sebuah permainan tradisional yang disebut egrang bathok.

4. Peserta Permainan Egrang Bathok Kelapa
Para peserta permainan egrang bathok kelapa tidak terbatas untuk dimainkan oleh anak laki-laki, tetapi juga kadang dipakai untuk bermain anak perempuan antara usia 6-12 tahun, (TK B, Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), akan tetapi tidak menutup kemungkinan permainan ini dilakukan oleh orang dewasa.

5. Tempat dan Waktu Permainan Egrang Bathok Kelapa
Permainan tradisional Egrang Bathok Kelapa tidak bisa dimainkan di dalam ruangan, melainkan harus dimainkan di luar rumah, khususnya di tanah lapang yang berukuran luas dan tidak terbatas. Selain itu, permainan Egrang Bathok Kelapa sebaiknya dimainkan di tempat yang beralaskan tanah, bukan di ubin atau alas lantai lainnya yang berkontur keras. Sedangkan waktu untuk memainkan permainan Egrang Bathok Kelapa sebenarnya tidak terbatas, namun biasanya permainan ini dimainkan pada waktu pagi, siang dan menjelang sore hari.

6. Cara Memainkan Permainan Egrang Bathok Kelapa
Permainan Egrang Bathok Kelapa bisa dimainkan secara individu maupun kelompok. Kadang-kadang, permainan ini di masa-masa lalu, biasa pula dipakai untuk perlombaan. Tentu di sini anak diuji ketangkasan dan kecepatan berjalan di atas Egrang Bathok Kelapa. Anak yang paling cepat berjalan tanpa harus jatuh dianggap sebagai pemenang. Namun sering pula secara individu anak bermain egrang bathok dalam situasi santai. Cara mainnya yakni anak cukup menjepitkan jari kaki (seperti menggunakan sandal jepit) diantara tali, kemudian jalan layaknya orang berjalan biasa.


7. Manfaat Permainan Egrang Bathok Kelapa
a. Anak menjadi lebih kreatif.
Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan. Selain itu, permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.
b. Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak.
Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukannya kondisi tersebut.
c. Melatih insting dan ketepatan dalam bertindak.
Dengan memainkan permainan Egrang Bathok Kelapa, seseorang akan berusaha memaksimalkan instingnya agar memperoleh hasil yang baik. Selain itu, permainan ini juga akan membiasakan seseorang berpikir cepat dan tepat dalam melakukan sesuatu.
d. Meningkatkan ketahanan fisik maupun mental.
Dengan melakukan permainan Egrang Bathok Kelapa, ketahanan tubuh seseorang akan meningkat karena permainan ini membutuhkan aktivitas fisik yang cukup prima. Selain itu, ketahanan mental pun akan meningkat karena dalam permainan ini juga menuntut kestabilan mental.
e. Melatih sportivitas dalam berkehidupan.
Terkadang, permainan Egrang Bathok Kelapa dimainkan dalam bentuk kelompok atau sebagai perlombaaan. Sehingga sportivitas harus tetap dijunjung.
f. Memupuk tingkat sosialisasi dalam pergaulan.
Permainan ini bisa dimainkan dalam bentuk perlombaan, jadi tidak menutup kemungkinan ada sosialisasi antar pemainnya.
g. Menjaga kelestarian tradisi dan kearifan local.
Permainan Egrang Bathok Kelapa merupakan produk asli Indonesia, dengan memainkan alat permainan tradisional ini, secara langsung dapat melestarikan kebudayaan yang dimiliki Negara kita


BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Teori bermain klasik, yaitu teori rekreasi, teori kelebihan energy, teori fungsi, teori kebudayaan, teori bekerja-bermain, serta teori pertumbuhan dan perkembangan. Teori modern, yaitu teori psikoanalisis, teori kognitif, dan teori social.
2.      Egrang bathok kelapa merupakan egrang yang terbuat dari bahan dasar tempurung kelapa yang dipadu dengan tali plastik atau dadung. Fungsi utama sama, seperti alat dolanan lain, yakni diciptakan dan dibuat untuk bermain bagi dunia anak. Permainannya pun cukup mudah, kaki tinggal diletakkan ke atas masing-masing tempurung, kemudian kaki satu diangkat, sementara kaki lainnya tetap bertumpu pada batok lain di tanah seperti layaknya berjalan.
3.                  Aspek yang dikembangkan dalam permainan egrang adalah perkembangan fisik/motorik kasar.
B. Saran
Hendaknya pada zaman yang modern ini, permainan egrang bathok kelapa tetap dilestarikan dengan cara diperkenalkan oleh orang dewasa pada anak-anak dan dimainkan oleh anak-anak pada zaman sekarang.



DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Roy. 2008. Langkah Pertama Membuat Siswa Berkonsentrasi. Jakarta: Indeks.

Chugani, Shoba Dewey. 2009. Anak yang Bermain, Anak yang Cerdas. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 Tahun 2009 tentang Standard Pendidikan Anak Usia Dini. 2009.


Kurikulum Taman Kanak-Kanak.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

KONTEKS SEJARAH ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari kita tentunya pernah merasakan peristiwa yang terjadi akibat adanya kebijakan dari pemerintah. Peristiwa itu misalnya kenaikan harga BBM yang diikuti oleh naiknya biaya transportasi, adanya konversi minyak tanah dengan LPG, Pendidikan gratis, dan lain-lain. Peristiwa- peristiwa yang dicontohkan tersebut bukan terjadi secara alami, atau sebagai peristiwa yang terjadi Karena proses perkembangan yang normal. Peristiwa-peristiwa tersebut dipengaruhi adanya kebijakan Negara, karena secara sadar atau tidak sadar, mengerti atau tidak mengerti kebijakan negaralah yang banyak mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari.
Study tentang kebijakan sangat penting karena dengan analisis kebijakan kita dapat meminimalisir adanya kesalahan dengan adanya suatu kebijakann yang dibuat. Karena sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan akan dianalisa terlebih dahulu mengenahi dampak yang akan ditimbulkan pasca penerapan suatu kebijakan.
Makalah ini akan dibahas tentang konteks sejarah analisis kebijakan . Pembahasan mengenai sejarah analisis kebijakan akan dibahas mulai dari awal munculnya analisis kebijakan sampai pada perkembangan analisis kebijakan.

1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas beberapa permasalahan yang berhubungan dengan analisis kebijakan yang ditinjau dari sisi histories antara lain :
1.      Konsep dasar analisis kebijakan
2.      Sejarah perkembangan dan evolusi analisis kebijakan

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui konsep dasar analisis kebijakan
2.      Mengetahui sejarah perkembangan dan evolusi analisis kebijakan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Analisis Kebijakan
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kebijaksanaan itu diartikan sebagai pedoman untuk bertindak (Sholihin, 2002).  Pedoman itu bisa jadi sangat sederhana atau komplek, bersifat umum atau khusus, Abstrak atau nyata. Menurut Carl Frederich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Menurut William N Dunn analisis kebijakan dapat dijelaskan sebagai proses menghasilkan pengetahuan tentang dan dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan dapat dimengerti sebagai proses menghasilkan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Dalam definisi yang luas ini analisis kebijakan setua peradaban itu sendiri, dan mencakup berbagai bentuk pengkajian, dari penggunaan mistik atau tenaga gaib sampai ke ilmu-ilmu moderen.Keuntungan dari rumusan yang umum ini adalah bahwa rumusan tersebut memungkinkan kita mengkaji variasi makna di masa lalu yang telah mewarnai proses pembuatan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Secara Etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (negara-kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris Pertengahan Policie, yang berarti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan. Asal usul Etimologis kata policy sama dengan dua kata penting lainnya: police dan politics.Inilah salah satu alasan mengapa banyak bahasa-bahasa modern, misalnya Jerman dan Rusia, hanya mempunyai satu kata (politik, politika) untuk dua pengertian policy danpolitics. Ini juga merupakan salah satu faktor yang saat ini menimbulkan kebingungan seputar batas disiplin ilmu politik, administrasi negara, dan ilmu kebijakan, semuanya menaruh perhatian besar pada studi politik (politics) dan kebijakan (policy).
Menurut Wayne Parson (2205), kebijakan adalah istilah yang dalam penggunaannya secara umum, dianggap berlaku untuk sesuatu yang ’lebih besar’ ketimbang keputusan tertentu, tetapi ’lebih kecil’ ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan, dari sudut pandang tingkat analisis, adalah sebuah konsep yang kurang lebih berada di tengah-tengah. Sebuah kebijakan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak sengaja, tetapi ia tetap dilaksanakan dalam implementasi atau praktek administrasi.
Dror (1989) di dalam Wayne (2005) mengatakan bahwa gagasan ’pembuatan kebijakan’ adalah sebagai ’kesadaran memilih’ di antara dua alternatif untuk mengatur masyarakat. Makna modern dari gagasan ’kebijakan’ (policy) dalam Bahasa Inggris adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik – yang berbeda dengan makna ’administration’ (administrasi).
Makna ’kebijakan’ juga harus dipahami dalam konteks yang berubah-ubah. Pasalnya, sebagaimana konsep ’publik’, makna ’kebijakan’ yang senantiasa berubah, ini juga menunjukkan kepada kita perubahan-perubahannya dalam praktik kebijakan. Akan tetapi jika direnungkan secara seksama, perubahan terminologi itu sebenarnya membawa akibat yang cukup mendasar bagi proses pendewasaan diri analisis kebijakan itu sendiri. Sebab, perubahan itu ternyata bukan sekadar pada kemasannya, tetapi juga pada substansinya. (Wahab, 1999:1). Konkritnya, perubahan substansial itu menyentuh persoalan restrukturisasi konsep dan dimaksudkan untuk memperjelas karakteristik, serta tujuan dari analisis yang dilakukan terhadap masalah-masalah kebijakan. Selain itu juga, dimaksudkan untuk dapat memilah-milah secara sistematik bidang-bidang kajian, serta profesi yang digeluti para ahli.
Konteks yang berubah-ubah ini dapat kita temukan dalam beberapa contoh. Yang pertama, dalam karya Shakespeare, kita menjumpai empat makna ”kebijakan” (policy) yang berbeda, yakni: kehati-hatian, sebentuk pemerintahan, tugas, dan administrasi serta sebagai ”Machiavellianisme”. Kebijakan mencakup seni ilusi politik dan duplikasi. Penonjolan, penampakan luar dan tipuan (ilusi) adalah beberapa unsur yang membentuk kekuasaan (power). Kekuasaan tidak dapat dipertahankan hanya dengan kekuatan paksa (force).
Contoh yang kedua, kekuasaan memerlukan kebijakan (policy) dalam pengertian Machiavellianisme, dan policy menunggangi kesadaran, demikian dikatakan sang penyair dalam Timon of Athens.
Contoh ketiga, policy bermakna sebagai kecerdikan (craftiness). Kita dapat melihat salah satu ilustrasi yang paling menarik mengenai penggunaan gagasan policyMachiavellian dalam karya dramawan besar Marlowe yang hidup sezaman dengan Shakespeare. Dalam drama The Few of Malta gagasan tentang policy menempati peran sentral; kata ini muncul berkali-kali dalam teksnya. Misalnya, seorang ksatria menyebut ’simple policy’ yang kemudian, oleh seorang tokoh Barabas ditambahkan, ’Ah policy’, itulah profesi mereka. Dan itu tidak sederhana. Kata policy di sini mengandung dua makna, sederhana dan perencanaan cerdik (Scheming). Policy di sini dapat berarti menciptakan atau merekayasa sebuah cerita masuk akal dalam rangka mengamankan tujuan-tujuan si perekayasa; salah satu makna policy di sini adalah bertindak, dan seperti yang dikatakan Ithamore, ”maksud mengandung makna”. Dengan menggunakan policy-nya, Barabas mendapatkan tempat yang setara dengan Gubernur Malta. Dia mengadu domba bangsa Turki dengan kaum Kristiani, dan karena itu dia mendapatkan ’keuntungan’ dari policy-nya. (Wayne Parson, 2005:16).
Francis Bacon, tokoh sezaman Shakespeare, juga mendefinisikan kebijakan (policy)dari segi kecerdikan rasional. Tetapi gagasan kebijakan sebagai politik, dan gagasan politik sebagai kebijakan, nantinya akan diganti oleh gagasan kebijakan sebagai politik yang menjalankan atau mengimplementasikan kebijakan, sebagai administrasi atau birokrasi. Dengan berkembangnya industri dan administratifnya di beberapa negara, maka birokrasi, seperti yang ditunjukkan oleh Weber, menjadi ekspresi dari komponen nasional dalam negara, yang berfungsi untuk menjalankan kehendak penguasa politik yang terpilih.
Istilah kebijakan menjadi ekspresi nasionalitas politik karena birokrasi memperoleh legitimasinya dari klaimnya sebagai badan nonpolitis, sedangkan politisi mengklaim otoritasnya berdasarkan penerimaan kebijakan-kebijakan atau ”platform” mereka oleh elektorat. Mempunyai kebijakan berarti memiliki alasan atau argumen yang mengandung klaim bahwa pemilik kebijakan memahami persoalan beserta solusinya. Kebijakan mengemukakan apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan. Sebuah kebijakan memberikan semacam teori yang mendasari klaim legitimasi.

2.2 Sejarah Perkembangan dan Evolusi Analisis Kebijakan
A. Awal Munculnya Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dapat dilacak ke satu titik evolusi masyarakat dimana pengetahuan tentang kebijakan dibuat secara sadar sehingga dapat memungkinkan dilakukannya pengujian secara explisit dan reflektif terhadap  hubungan antara pengetahuan danaksi.Waktu kapan pertama kali kebijakan dihasilkan tidak dapat diketahui secara tepat. Akan tetapi dipercaya bahwa perkembangan analisis kebijakan publik berhubungan dengan pertumbuhan peradaban dari bangsa-bangsa yang memiliki kebebasan laut yang luas. Contoh dokumen terkuno dari analisis kebijakan publik ditemukan di Mesopotamia yang berupa pakta-pakta pemerintahan dan politik. Dokumen itu disebut kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18 sebelum masehi, yang mengexpresikan keinginan untuk membentuk ketertiban publik yang bersatu dan adil pada masa ketika babilonia mengalami transisi dari negara kecil menjadi negara wilayah yang luas. Kode Hammurabi memiliki kesamaan dengan hukum Musa yang mencantumkan persyaratan-persyaratan ekonomi dan sosial untuk suatu pemukiman urban yang stabil dimana hak dan tanggung jawab didefinisikan menurut posisi sosial. Kode mencakup proses kriminal, hak milik, perdagangan hubungan keluarga dan perkawinan,dana kesehatan dan apa yang dikenal sekarang sebagai akuntabilitas publik.
Sejarah yang tertulis tentang para spesialis menghasilkan pengetahuan tentang kebijakan dapat ditelusuri sampai abad ke empat sebelum masehi. Di India,Arthashastra karya Kautilya, satu dari tuntunan-tuntunan awal tentang pembuatan kebijakan, keahlian bernegara dari administrasi pemerintahan, mensarikan apa yang telah ditulis sampai ketika itu (300 SM) mengenai materi yang saat ini disebut Ilmu Ekonomi. Kautilya, yang mengabdi sebagai penasehat kerajaan Mauyan di India Utara, dapat dibandingkan dengan Plato (427-327 SM), Aristoteles (384- 322 SM),dan Machiavelli (1469-1527), kesemuanya secara mendalam terlibat dalam aspek-aspek praktis pembuatan kebijakan pemerintah selain pekerjaan mereka sebagai pemikir-pemikir sosial. Plato mengabdi sebagai penasehat dari penguasa di Sisilia, sementara Aristoteles mengajar Alexander dari Macedonia sejak orang tersebut terakhir berusia 14 tahun sampai ia naik tahta pada usia 20 tahun. Aristoteles, seperti para pemikir sosial kontemporer, yang menemukan bahwa politik praktis menjijikkan, cenderung menerima kedudukan tersebut dengan harapan agar dapat menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah publik.

B. Perkembangan pada Abad Pertengahan
Ekspansi dan diferensiasi secara bertahap peradaban kotasepanjang abad pertengahan berlangsung dengan diikuti oleh strukturokupasi yang memudahkan pengembangan pengetahuan yang terspesialisasi. Berbagai kelompok spesialis kebijakan diangkat oleh para pemimpin untuk memberikan saran dan bantuan teknis terhadap hal-hal yang kurang dikuasai oleh para penguasa misalnya pengambilan keputusan yang efektif, keuangan, perang dan hukum. Pertumbuhan ”Politisi Profesional”, memperoleh kedudukan yang berbeda di dunia. Di Eropa, India, Cina, Jepang dan Mongolia pada abad pertengahan para pendeta merupakan kelompok yang terpelajar, karena kelompok ini secara teknis sangat dibutuhkan. Para penulis yang terpelajar, yang pada zaman modern saat ini adalah penulis pidato presiden adalah juga memiliki pengaruh terhadap pembuatan kebijakan. Di Inggris para bangsawan rendahan dan para investor diangkat tanpa kompensasi untuk mengendalikan pemerintahan kota untuk kepentingan meraka sendiri. Pada akhirnya para ahli hukum ternama juga memiliki pengaruh dalam pembuatan kebijakan.



C. Zaman Revolusi Industri
Pada zaman kuno dan pertengahan pertumbuhan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan mengikuti evolusi peradaban. Namun ketika terjadi revolusi industri pertumbuhan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menjadi aktivitas yang relatif otonom dengan ciri khasnya sendiri dan dipisahkan dengan kepentingan politik sehari-hari. Zaman revolusi industri adalah masa dimana kepercayaan tentang perkembangan manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih dominan di kalangan para pengambil kebijakan dan penasehatnya. Pada masa ini pembangunan dan pengujian teori-teori ilmiah dan masyarakat secara bertahap mulai dilihat sebagai satu-satunya cara untuk memecahkan permasalahan sosial. Pengaruh mistik, klenik, dan sihir sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Mulai pada masa ini muncul pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menurut ukuran empirisme dan metode ilmiah.

D. Perkembangan pada Abad ke-19
Pada abad 19 di eropa mulai munsul generasi baru yang menghasilkan pengetahuan tentang kebijakan mulai mendasarkan efektivitas mereka pada dokumen data empiris yang sistematis. Pada masa ini perhatian terhadap pengumpulan fakta secara sistematis dapat diilustrasikan dengan beberapa cara. Misalnya dengan pengembangan statistik dan demografi sebagai bidang spesialisasi. Pada masa itu mulai bermunculan lembaga-lembaga yang memperhatikan secara khusus pada pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Lembaga-lembaga tersebut diorganisir oleh para bankir, ilmuwan, industrialis yang berusaha mengganti cara berfikir lama dalam menghadapi masalah sosial dengan metode baru yang lebih sistematis.
Pada abad 19, metode untuk menghasilkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan secara jelas mengalami perubahan dan transformasi yang besar. Pengetahuan mengenai alam dan masyarakat tidak lagi ditentukan menurut kesesuaiannya dengan otoritas, ritual dan prinsip-prinsip filsafat, tetapi dinilai berdasarkan konsistensinya dengan observasi empiris. Tetapi transformasi ini bukanlah merupakan hasil dari komitmen formal terhadap norma-norma empirisme dan metode ilmiah sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ketidakpastian yang datang bersama dengan transisi dari peradaban agraris ke industri.

E. Perkembangan Abad ke-20
Perkembangan ilmu yang mempelajari tentang kebijakan pada abad ini dapat digambarkan dengan adanya profesionalisasi ilmu politik, administrasi negara, sosiologi, ekonomi dan disiplin ilmu sosial lainnya yang terkait. Selama abad 20 para ilmuwan kebijakan bukan lagi kelompok yang heterogen seperti bankir, industrialis, jurnalis, dan sarjana-sarjana yang mengendalikan lembaga statistik kuno dan lembaga penelitian kebijakan lainnya.
Fungsi utama dari ilmuwan sosial pada masa ini adalah mengkaji masalah masalah kebijakan dan merumuskan solusi yang potensial. Adanya perang dunia II dan masalah penyesuaian kembali pasca perang memberi kesempatan para ilmuwan sosial untuk menerapkan nilai-nilai yang dianutnya untuk memecahkan masalah praktis. Menurut Laswell dalam pengantarnya ” ilmu kebijakan” tidak dibatasi oleh tujuan teoritis ilmu, tetapi juga memiliki orientasi praktis yang mendasar. Tujuan ilmu kebijakan tidak hanya memberi sumbangan pada pengambilan keputusan yang efisien tapi juga untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan pelaksanaan demokrasi.

F. Analisis Kebijakan dalam Masyarakat Pasca Industri
Masyarakat pasca industri adalah sebuah masyarakat dimana perkembangannya didominasi oleh kelas teknis-profesional yang terdidik. Masyarakat pasca industri merupakan perpanjangan dari pola-pola pembuatan kebijakan dan organisasi sosial kemasyarakatan yang memiliki ciri-ciri yang terkait langsung dengan evolusi sejarah dan kepentingan analisis kebijakan :
1.      Pemusatan ilmu pengetahuan teoritis
2.      Penciptaan teknologi intelektual yang baru
3.      Meluasnya kelas ilmu pengetahuan
4.      Perubahan dari barang ke pelayanan
5.      Instrumentalisasi ilmu
6.      Produksi dan penggunaan informasi

G. Perkembangan Awal Akademik
Menurut Wayne Parson (2005:28-30) pertumbuhan kebijakan sebagai bidang akademik merupakan implementasi lapangan dari hasil dua pertemuan yang diselenggarakan oleh American School Research Council. Hal itu mungkin terjadi pada akhir 1960-an. Pertemuan itu merupakan dua konference (perundingan) yang menghasilkan dua koleksi kertas kerja (paper) yang diedit oleh Austin Ranney (Ranney, 1965). Tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi berharga dalam perkembangan ini antara lain Lasswell (1951, 1959, 1970, 1971), Simon Herbert (1947), David Easton (1965), Lindblom (1968), Almond Powell (1966), Deutsch (1963), Vickers (1965).
Pada periode 1960-an dua karya awal yang mengekspresikan sudut pandang yang berbeda mengenai rasionalitas pembuatan kebijakan adalah Lindblom (1968) dan Dror (1968). Teks-teks lainnya juga dipublikasikan pada 1968 antara lain Bauer dan Gergen (eds) dan Ranney (ed).
Pada periode 1970-an pendekatan kebijakan muncul dalam bentuk buku-buku ajar(text books). Beberapa buku menjadi teks kunci untuk memahami berbagai studi kebijakan baru. Diantaranya, Jones (1970), Dye (1972), Anderson (1975), dan Jenkins (1978) yang menempati posisi istimewa adalah studi krisis misil Kuba oleh Graham Allison (1971) yang meskipun merupakan studi kebijakan negara asng, segera diadopsi sebagai teks utama dalam kuliah-kuliah pembuatan keputusan dalam konteks ”kebijakan publik”. Pada periode ini juga muncul serial buku yang diterbitkan oleh Policy Studies Organization. Buku-buku itu bertujuan mempromosikan ”penerapan ilmu politik pada problem kebijakan yang penting”. Dua diantaranya penting bagi mahasiswa karena menyediakan survey yang bagus mengenai State of the Art di pertengahan 1970-an. (Nagel (ed), 1975a dan b). Pada pertengahan 1970-an ini juga terbit teks-teks studi perbandingan kebijakan publik, dan ang paling menonjol adalah Heldenmeir (et.al., 1975) dan Hayward dan Watson (1975). Pada 1979 muncul sumbangan penting, yaitu karya Wildavsky, yaitu Speaking The Truth,buku ini terbit di luar Amerika dengan judul The Art and Craft of Policy Analysis (Wildavsky, 1980).
Periode 1980-an adalah dekade dimana buku-buku ajar pendekatan kebijakan berkembang dengan pesat. Buku-buku tersebut terlalu banyak untuk disebutkan, tetapi diantara buku-buku itu, yang paling banyak digunakan adalah buku dari Burch dan Wood (1983); Peters (1982), dan Richardson dan Jordan (1979 / 1985). Periode 1970-an dan 1980-an menjadi saksi munculnya lembaga-lembaga pemikiran dan riset dimana mereka mulai menggunakan pedekatan interdisipliner untuk mengkaji kebijakan. Insentif kajian akademik masih lebih banyak berhubungan dengan agenda masing-masing disiplin ketimbang pada pada ”agenda kebijakan”. Di lain pihak, ”lembaga-lembaga pemikiran” (think-tanks) telah menyediakan pendekatan yang berfokus pada problem dan kebijakan yang sangat kondusif bagi pembaharuan ”orientasi kebijakan” yang pertama kali dikemukakan oleh Lasswell.
Salah satu ciri utama dari bidang kebijakan publik pada periode 1980-an dan 1990-an adalah penyebarannya ke negara-negara bagian Amerika Serikat. Bahkan ada sejumlah pemikiran yang paling inovatif dan pendekatan baru muncul di benua Eropa. Ini adalah perkembangan yang penting,sebab sebahagian besar sejarah bidang ini cenderung di dominasi oleh gagasan dan materi dari Amerika Serikat.



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Kebijakan (Policy) adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diinginkan oleh seseorang, institusi, pemerintah dalam suatu daerah yang berhubungan dengan kendala tertentu serta untuk mencari peluang dalam memcapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan Analisis kebijakan adalah suatu proses sebelum mengeluarkan suatu kebijakan dengan memperhatikan dampak apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. Dari sejarahnya tujuan analisis kebijakan adalah untuk menyediakan informasi-informasi yang dapat digunakan untuk memikirkan kemungkinan pemecahan masalah-masalah kebijakan bagi para pengambil kebijakan.
2.      Analisa kebijakan pada awalnya dilakukan ketika politik praktis harus dilengkapi dengan pengetahuan agar dapat memecahkan maslah publik. Awal munculnya di India pada tahun 300 SM yang kemudian berkembang pada masa revolusi industri dan dikembangkan kembangkan pada abad 20 an kemudian hingga dikembangkan sebagai bidang akademik pada akhir tahun 1960-an.



DAFTAR PUSTAKA



AG.Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budi Winarno. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

Dr. Syafaruddin, M.Pd, 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Edi Suharto, Ph.D, 2010, Analisa Kebijakan Publik panduan praktis mengkaji masalah dan kebijakan public, Bandung:Alfabeta.

William N. Dunn, 1999, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.